MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
oleh
1.
Fandhi
Yusuf 11108241125
2.
Dwi
Kurniyati 11108244024
3.
Wakhidah
N. 1108244063
4. Rosma Savitri 11108244072
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia tidak bisa hidup sendiri karena itulah
manusia disebut dengan mahluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tentunya
membutuhkan hubungan dengan orang lain. Dalam hubungan antara manusia tentunya
ada perselisihan dan untuk mengatur hubungan agar tercipta kerukunan dan
ketertiban diperlukan norma dan hukum yang mengatur hubungan tersebut. Untuk
memenuhi kebutuhan manusia tidak hanya cukup menjalin hubungan dengan
segelintir orang namun dibutuhkan hubungan yang luas yang menyangkut hubungan
antar daerah bahkan negara. Dan untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut
diperlukan kaidah-kaidah untuk mengatur, sehingga tercipta hubungan yang
harmonis, tertib, dan damai.
Norma dan hukum berbeda namun pada dasarnya saling
berkaitan serta memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan keteraturan dan
ketertiban. Dalam praktiknya norma dibagi menjadi beberapa macam sedangkan
hukum ada dua macam yaitu hukum nasional dan internasional. Setiap negara pasti
memiliki konstitusi yang melahirkan peraturan-peraturan baik tertulis (biasanya
undang-undang) maupun tidak tertulis (konvesional). Namun untuk negara Indonesia
hanya memakai konstitusi yang tertulis yang berupa undang-undang.
Dalam hubungan antarnegara
kemungkinan terjadinya perselisihan sangat besar, melihat kebudayaan dan latar
belakang bangsa yang sangat berbeda antarnegara-negara tersebut. Namun untuk
mencapai sebuah kepentingan diperlukan tata aturan yang akan memberikan
batasan-batasan. Oleh karena itu, norma dan hukum, baik hukum nasional maupun
internasional sangat diperlukan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, baik
berbangsa, bernegara, maupun masyarakat internasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
NORMA
DALAM MASYARAKAT
Sebagai individu, setiap manusia
mempunyai kehendak dan kepentingan masing-masing. Adakalanya kehendak dan
kepentingan setiap individu sejalan tetapi kadang berbeda bahkan bertentangan.
Pertentangan kepentingan antarindividu inilah yang akan mengakibatkan
terganggunya pemenuhan kepentingan-kepentingan itu sendiri. Untuk menyelaraskan
perbedaan kepentingan tersebut diperlukan patokan yang berupa norma-norma.
Pengertian
norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang
sesuai dan dapat diterima. Oleh karena itu, sebuah norma berisi anjuran,
perintah, dan larangan.
Berdasarkan
kekuatan mengikat terhadap anggota masyarakat,
norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tata
Cara (usage)
Tata cara (usage) adalah norma yang paling lemah
daya pengikatnya karena orang yang melanggar hanya mendapat sanksi dari
masyarakat berupa cemoohan atau ejekan saja. Cara atau usage menunjuk pada
suatu perbuatan yang berkaitan dengan hubungan antarindividu dalam masyarakat.
Sebagai contoh, ketika sedang makan orang yang bersendawa atau mengeluarkan
bunyi tertentu sebagai tanda kenyang. Tindakan tersebut bagi masyarakat
tertentu dianggap tidak sopan. Sanksi terhadap tindakan ini berupa teguran atau
nasehat.
2. Kebiasaan
(folkways)
Kebiasaan (folkways) adalah suatu aturan dengan
kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage karena kebiasaan merupakan
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang
melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan ini apabila
dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut dengan tradisi dan
menjadi identitas atau ciri masyarakat yang bersangkutan.
Contoh:
a. Kebiasaan
menghormati dan mematuhi orang yang lebih tua.
b. Kebiasaan
menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu kepada orang lain.
c. Kebiasaan
mengunjungi kerabat yang lebih tua pada hari raya keagamaan.
Sanksi terhadap pelanggaran norma ini biasanya
berupa sindiran, cemoohan, atau bahkan digunjingkan.
3. Tata
Kelakuan (mores)
Tata kelakuan (mores) adalah aturan yang sudah
diterima masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol secara sadar atau
tidak sadar oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Tata kelakuan
mengharuskan atau melarang anggota msyarakat untuk menyesuaikan tindakan
terhadap apa yang berlaku. Contoh norma tata kelakuan atau mores ini
adalah larangan berzina. Pelanggaran terhadap norma tata kelakuan akan diberi
sanksi berat seperti diarak di depan umum atau bahkan dirajam.
4. Adat
Istiadat (custom)
Adat istiadat merupakan norma yang tidak tertulis,
namun sangat kuat mengikat sehingga anggota masyarakat yang melanggar adat
istiadat akan menderita karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak
langsung dikenakan. Misalnya, pada masyarakat Lampung yang melarang terjadinya
perceraian, apabila terjadi suatu perceraian, maka tidak hanya yang
bersangkutan yang mendapat sanksi, tetapi seluruh keluarganya pun ikut
tercemar. Sanksi dari pelanggaran terhadap norma adat istiadat adalah
dikucilkan oleh masyarakat.
Berdasarkan sumbernya, norma
dibedakan menjadi:
1. Norma
Hukum
Norma hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau
perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
(negara). Sanksi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Sanksi ini
dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan, yaitu negara. Ciri
norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang
sah dan terdapat penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi.
Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan suasana aman dan tenteram dalam
masyarakat. Sanksi dari pelanggaran norma hukum dapat berupa denda atau hukuman
fisik (dipenjara atau bahkan hukuman mati). Contoh pelanggaran norma hukum
adalah mencuri, membunuh, korupsi, dan sebagainya.
2. Norma
Agama
Norma agama adalah suatu norma yang berdasarkan
ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak dan mengharuskan
ketaatan bagi para pemeluk atau penganutnya. Norma ini bersumber dari Tuhan yang
berada dalam kitab suci, berisi anjuran, perintah dan larangan. Bagi yang
melanggar sanksinya mendapat dosa dan yang melaksanakan mendapat pahala. Contoh
pelanggaran dari norma agama adalah melanggar perintahNya.
3. Norma
Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari
aturan tingkah laku yang berlaku di masyarakat seperti cara berpakaian, cara
bersikap dalam pergaulan, dan berbicara. Norma ini bersifat relatif. Maksudnya,
penerapannya berbeda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu. Misalnya, menentukan
katagori pantas dalam berbusana antara tempat yang satu dengan yang lain
terkadang berbeda. Sanksi dari pelanggarna norma kesopanan akan muncul dari
masyarakat yang bersangkutan. Sanksinya tidak terlalu keras dan biasanya
bersifat subjektif, misalnya melalui gunjingan. Norma kesopanan tidak memiliki
lingkungan pengaruh yang luas jika dibandingkan dengan norma agama atau norma
lainnya.
4. Norma
Kesusilaan
Norma kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau
akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat universal. Artinya, setiap orang di
dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda. Sumber
dari norma kesusilaan adalah hati sanubari manusia itu sendiri, jadi bersifat
otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang sifatnya lahiriah, tetapi
ditujukan pada sikap batin manusia. Dengan demikian, sanksi norma kesusilaan
lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau batin seseorang yang
melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan. Misalnya saja, seseorang
berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui tindakannya itu.
Sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa penyesalan terhadap
perbuatan yang telah dilakukan.
B.
PERATURAN
DAERAH
Sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Definisi lain tentang Perda
berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.
Program penyusunan Perda dilakukan
dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang
tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada beberapa jenis perda yang
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Provinsi, antara lain:
1. Pajak
Daerah;
2. Retribusi
Daerah;
3. Tata
Ruang Wilayah Daerah;
4. APBD;
5. Rencana
Program Jangka Menengah Daerah;
6. Perangkat
Daerah;
7. Pemerintahan
Desa;
8. Pengaturan
umum lainnya.
Pembentukan Perda yang baik harus didasarkan pada asas
peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
1.
Kejelasan tujuan, yaitu bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang
jelas tentang apa yang hendak dicapai.
2.
Kelembagaan atau organ
pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.
3.
Kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan
perundang-undangan.
4.
Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan efektivitas
peraturan tersebut dalam masyarakat.
5.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan,
yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
6.
Kejelasan rumusan, yaitu setiap
peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan,
sistematika dan pilihan kata atau terminology, serta bahasa hukumnya jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
7.
Keterbukaan, yaitu dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarkat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, meteri muatan Perda harus mengandung
asas-asas sebagai berikut.
1.
Asas pengayoman, bahwa setiap
materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman masyarakat.
2.
Asas kemanusiaan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
3.
Asas kebangsaan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4.
Asas kekeluargaan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
setiap pengambilan keputusan.
5.
Asas kenusantaraan, bahwa
setiap materi muatan Perda harus senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh
Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila.
6.
Asas bhineka tunggal ika, bahwa
setiap materi muatan Perda harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi daerah dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7.
Asas keasilan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
8.
Asas kesamaan dalam hukum dan
pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras,
gender, atau status sosial.
9.
Asas ketertiban dan kepastian
hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menumbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap materi
muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan
negara.
11. Asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur, atau Bupati/Walikota. Raperda yang
disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang
disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. Pembahasan
Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur atau Bupati/Walikota. Pembahasan
bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu dalam rapat
komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi dan dalam
rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui
bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan
DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda dalam
jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda
tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur
atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui
bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
C.
SISTEM
HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
Sistem adalah kesatuan yang terdiri
dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung dan tersusun secara
teratur untuk mencapai tujuan tertentu. Hukum Nasional Indonesia adalah kesatuan
hukum atau perundang-undangan yang dibangun untuk mencapai tujuan negara yang
bersumber pada pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 yang di dalamnya berisi
tujuan, dasar, dan cita hukum Negara Indonesia.
Sistem Hukum Nasional Indonesia
adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi
semua unsur hukum (seperti isi, struktur, budaya, sarana, dan peraturan perundang-undangan)
yang satu sama lain saling bergantung dan bersumber dari Pembukaan dan pasal-pasaal
UUD 1945.
Menurut Friedman
ada tiga macam unsur hukum, yaitu:
1.
Substance
(materi atau substansi),
2.
Structure
(struktur), dan
3.
Culture
(budaya).
GBHN menjelang
masa Orde Baru dalam politik pembangunan hukumnya menyebut empat unsur, yaitu:
1.
Isi,
2.
Aparat,
3.
Budaya,
dan
4.
Sarana
prasarana.
Sunaryati Hartono
merinci unsur-unsur sistem hukum ke dalam 12 unsur, yaitu:
1.
Filsafat
(termasuk asas-asas hukum)
2.
Sustansi
atau materi hukum
3.
Keseluruhan
lembaga-lembaga hukum
4.
Proses
dan prosedure hukum
5.
Sumber
daya manusia (brainwave)
6.
Sistem
pendidikan hukum
7.
Susunan
dan sistem organisasi serta koordinasi antar lembaga hukum
8.
Peralatan
perkantoran lembaga-lembaga hukum (hardware)
9.
Perangkat
lunak (software) seperti petunjuk
pelaksanaan yang tepat
10.
Informasi
hukum, perpustakaan, buku, dan website
11.
Kesadaran
hukum dan perilaku masyarakat (budaya hukum)
12.
Anggaran
belanja negara yang disediakan bagi pelaksanaan tugas-tugas lembaga hukum
Soerjono Soekanto
menyebutkan bahwa masalah-masalah yang dipersoalkan dalam sistem hukum mencakup
lima hal, yaitu:
1.
Elemen
atau unsur-unsur sistem hukum
2.
Bidang-bidang
sistem hukum
3.
Konsistensi
sistem hukum
4.
Pengertian-pengertian
dasar sistem hukum
5.
Kelengkapan
sistem hukum
Menurut teori dari Kees Schuit (Recht En Samenleving, 1983 11-18) sebuah sistem hukum dijabarkan menjadi 3 unsur utama yang berkaitan, yaitu:
1. Unsur Idiil
Unsur ini
terbentuk oleh sistem makna dari hukum itu sendiri terdiri atas aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan asas-asas hukum. Ini saja sudah
cukup dikatakan sebagai “sistem hukum” jika ditinjau dari aspek filosofi. Tetapi ini saja tidak cukup karena suatu sistem harus
memiliki unsur penerapan yang riil.
2. Unsur operasional
Unsur yang terdiri atas keseluruhan organisasi-organisasi dan lembaga yang didirikan dalam suatu sistem
hukum. Termasuk di dalamnya adalah aparatur (amsbtsrager) juga merupakan unsur operasional.
Contoh : pengadilan, mahkamah
agung, kepolisian.
3. Unsur aktual
Unsur ini meliputi keseluruhan putusan-putusan dan perbuatan konkrit berkaitan dengan sistem
makna hukum. Jadi dapat dikatakan ini adalah output sistem hukum. Contoh : Undang-undang, putusan pengadilan, yurisprudensi, traktat.
Indonesia sendiri menerapkan Civil Law System yang diwarisi dari hukum kolonial Belanda dengan
beberapa tambahan yang diadopsi dari sistem hukum agama, adat, kesusilaan.
Sehingga mendefinisikan dirinya sendiri sebagai Sistem Hukum Indonesia yang berlaku secara
nasional di wilayah Indonesia. Sedangkan pencapaian bangsa Indonesia menuju Sistem Hukum Nasional masih berjalan,
yang menurut Pancasila dan UUD 1945 meliputi sejumlah peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun hukum kebiasaan di
bidangnya seperti Hukum Lingkungan, Hukum Dagang (Ekonomi) dan lainnya.
Di Indonesia untuk menegakkan
keadilan dibentuklah lembaga peradilan. Lembaga ini dibentuk untuk
menyelesaikan permasalahan hukum sesuai dengan bidangnya. Lembaga peradilan di
Indonesia meliputi:
1. Peradilan
Tingkat Pusat
Ada 2 badan peradilan tertinggi di
Indonesia yaitu:
1)
Mahkamah Agung
Merupakan badan peradilan
tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
a) Menyelesaikan
perkara pidana di tingkat kasasi
b) Menguji
semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan
peraturan yang lebih tinggi
2) Mahkamah
Konstitusi
Merupakan badan peradilan
khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau
tidak dengan UUD 1945.
2. Peradilan
Umum
1) Pengadilan
negeri (PN)
Merupakan badan pengadilan
terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang
terdakwa akan diadili di PN kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan.
Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat
mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT)
peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”.
2) Pengadilan
Tinggi (PT)
Merupakan pengadilan di
tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang
tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN). Jika si terpidana tetap tidak
mau terima atas vonis di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya
hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”.
3) Mahkamah
Agung (MA)
Menyelesaikan permasalahan
hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si
terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini, yaitu peninjauan
kembali (PK).
3. Peradilan
Tata Usaha Negara
Pengadilan yang dibentuk
untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha negara meliputi:
1) Pengadilan
Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum
di tingkat kabupaten/kota.
2) Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan
“naik banding” perkara tata usaha negara di tingkat provinsi.
4. Peradilan
Agama
Peradilan yang dibentuk untuk
menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama Islam, misalnya
masalah perceraian meliputi:
1) Pengadilan
Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum
di tingkat kabupaten/kota.
2) Pengadilan
Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan
“naik banding” perkara perdata di tingkat provinsi.
5. Peradilan
Militer
Peradilan yang dibentuk untuk
menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh anggota militer. Terdiri
dari:
1) Pengadilan
Militer
Menyelesaikan permasalahan
hukum dilakukan oleh militer pangkat kapten ke bawah.
2) Pengadilan
Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan
hukum dilakukan oleh militer pangkat mayor ke bawah. Juga bisa untuk mengadili
anggota militer yang “naik banding” dari tingkat di bawahnya.
3) Pengadilan
Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan
hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih tidak puas dengan hukuman yang
sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer tinggi. Juga memutuskan
perselisihan tentang wewenang mengadili antar pengadilan militer.
6. Peradilan
Pajak
Peradilan yang dibentuk untuk
menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak.
7. Komisi
Yudisial
Lembaga khusus yang dibentuk
untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.
Peran lembaga-lembaga penegak hukum di
Indonesia, antara lain:
1.
Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak kriminal disebut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak kriminal disebut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
2.
Kejaksaan
Merupakan aparat negara yang bertugas:
Merupakan aparat negara yang bertugas:
a.
Melakukan penuntutan terhadap
pelanggaran tindak pidana di pengadilan. Di sini jaksa melakukan penuntutan
atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan.
b.
Sebagai pelaksana (eksekutor)
atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Aparat kejaksaan
akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh kepolisian. Apabila telah lengkap
maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang artinya siap dibawa ke pengadilan untuk
disidangkan.
3.
Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan. Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK. Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi, maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya:
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan. Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK. Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi, maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya:
a.
terbatas kepada hak uji
terhadap UU ke atas,
b.
sengketa kewenangan antar
lembaga negara,
c.
pembubaran partai politik,
d.
memutuskan presiden dan/atau
wakil presiden telah melanggar hukuman tidak mengurusi masalah pidana.
4.
KPK
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU No 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU No 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.
D.
HUKUM
DAN PERADILAN INTERNASIONAL
Dalam hubungan antarnegara sangat
mungkin muncul pertikaian akibat ketidaksepahaman dua atau beberapa negara
mengenai suatu hal. Karena itu dibutuhkan suatu aturan yang disepakati bersama
dan dihormati secara internasional oleh negara-negara yang ada di dunia agar
tercipta ketertiban dunia. Kesepakatan antara dua atau beberapa negera inilah
yang disebut sebagai hukum internasional.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara, antara negara dengan negara, dan negara
dengan subjek hukum internasional bukan negara, atau antar subjek hukum
internasional bukan negara satu sama lain. Hukum Internasional digolongkan
menjadi hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum
Internasional publik atau hukum antar negara adalah asas dan kaidah hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat pidana, sedangkan hukum perdata
internasional atau hukum antar bangsa yang mengatur masalah perdata lintas
negara (perkawinan antar warga negara suatu negara dengan warga negara lain).
Wiryono Prodjodikoro, Hukum
Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai
bangsa di berbagai negara.
J.G. Starke menyatakan, Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
J.G. Starke menyatakan, Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
Hukum Internasional diberlakukan
dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antarnegara. Karena itu, hukum
tersebut tidak boleh dibuat tanpa memerhatikan kepentingan masing-masing
negara. Untuk itu, hukum internasional harus memerhatikan asas-asas sebagai
berikut:
a. Asas
teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya.
Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar
wilayah tersebut berlaku hukum asing atau hukum internasional sepenuhnya.
b. Asas
kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan untuk mengatur
warga negaranya. Setiap warga negara di manapun berada tetap berada di bawah
jangkauan hukum negara asalnya. Asas ini mempunyai kekuatan eksteritorial. Artinya,
hukum suatu negara tetap berlaku bagi warga negaranya meskipun dia berada di
negara lain.
c. Asas
kepentingan umum
Asas ini didasarkan pada kewenangan negara untuk
melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal
ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang
berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah
suatu negara.
Apabila ketiga asas ini tidak
diperhatikan, akan timbul kekacauan dalam hubungan antar bangsa
(internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara dengan negara lain perlu
ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional.
Dalam Piagam Mahkamah
Internasional, pasal 38 ayat 1 mengatakan bahwa dalam mengadili perkara yang
diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan mempergunakan sumber-sumber
hukum:
1.
Perjanjian
Internasional (traktat)
Perjanjian Internasional adalah
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan
untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Dari batasan tersebut jelas bahwa untuk
dapat dinamakan Perjanjian Internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh
subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Yang
masuk dalam perjanjian internasional diantaranya perjanjian antara
negara-negara, perjanjian antara negara dengan organisasi internasional, termasuk
perjanjian yang diadakan oleh Tahta Suci dengan negara-negara walaupun yang
diatur dalam perjanjian itu semata-mata urusan gereja dan bukan urusan
kenegaraan karena Tahta Suci merupakan subjek hukum yang diakui dalam hukum
internasional.
2.
Kebiasaan internasional
Pada pasal 38 ayat 1 sub b
mengatakan bahwa “International costum as
evidence of a general practice accepted as law”. Artinya, hukum kebiasaan
internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang
diterima sebagai hukum. Tidak setiap kebiasan internasional merupakan sumber
hukum, sehingga untuk dapat dikatakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur
sebagai berikut:
a. harus
terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (unsur material);
b. kebiasaan
itu harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis);
c. prinsip
hukum umum.
Sumber hukum ketiga menurut pasal
38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional ialah hukum umum yang diakui oleh
bangsa bangsa yang beradab. Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum
ialah prinsip hukum umum dan tidak hanya asas hukum internasional. Adanya asas hukum
umum sebagai sumber hukum sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
hukum internasional sebagai sistem hukum positif.
Subjek hukum internasional adalah
pihak-pihak yang membawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional.
Menurut Starke, subjek hukum internasional termasuk negara, tahta suci, Palang Merah
Internasional, organisasi internasional, orang perseorangan (individu), pemberontak,
dan pihak-pihak yang bersengketa.
a. Negara
Negara sudah diakui sebagi subjek hukum internasional
sejak adanya hukum international, bahkan hukum international itu disebut
sebagai hukum antarnegara.
b. Tahta
Suci (Vatikan) Roma Italia
Paus bukan saja kepala gereja tetapi memiliki
kekuasaan duniawi. Tahta Suci menjadi subjek hukum Internasional dalam arti
penuh karena itu statusnya setara dengan negara dan memiliki perwakilan
diplomatik di berbagai negara termasuk di Indonesia.
c. Palang
Merah Internasional
Berkedudukan di Jenewa dan menjadi subjek hukum internasional
dalam arti terbatas karena misi kemanusiaan yang diembannya.
d. Organisasi
Internasional
Misalnya PBB dan ILO memiliki hak dan kewajiban yang
ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subjek hukum
internasional.
e. Orang
persorangan (Individu)
Orang perseorangan atau individu dapat menjadi subjek
internasional dalam arti terbatas sebab telah diatur dalam Perdamaian Versailes
1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapan
Mahkamah Arbitrase Internasional.
f. Pemberontak
dan pihak yang bersengketa
Dalam keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh
kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat pengakuan sebagai
gerakan pembebasan dalam menuntut hak kemerdekaannya. Contoh PLO (Palestine
Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.
Lembaga Peradilan Internasional
terdiri dari:
1. Mahkamah
Internasional
Mahkamah internasional adalah lembaga
kehakiman PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945
berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah
Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap
ketua dan wakil ketua dengan masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari
warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima
berasal dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia,
Amerika Serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional adalah
menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara.
Ada 3 kategori, yaitu:
1. Negara
anggota PBB otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2. Negara
bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah Internasional. Dan yang bukan
wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional
dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
3. Negara
bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah Internasional, harus membuat deklarasi untuk
tunduk pada ketentuan Mahkamah Internasional dan Piagam PBB.
Yuridiksi Mahkamah Internasional adalah
kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum
internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan
atau yuridiksi ini meliputi:
1. Memutuskan
perkara-perkara pertikaian (Contentious
Case).
2. Memberikan
opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory
Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah
internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Beberapa kemungkinan
cara penerimaan yuridikasi sebagai berikut:
1. Perjanjian
khusus, dalam hal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi
subjek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia dengan
Malaysia mengenai penundukan diri, dalam perjanjian internasional para pihak
yang bersengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka
bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
2. Pernyataan
penundukan diri negara peserta statute Mahkamah Internasional, mereka tunduk
pada Mahkamah Internasional tanpa perlu membuat perjanjian khusus.
3. Keputusan
Mahkamah Internasional mengenai yuridikasinya, bila terjadi sengketa mengenai
yuridikasi Mahkamah Internasional, maka sengketa tersebut diselesaikan dengan
keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
4. Penafsiran
Putusan dilakukan jika diminta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa.
Penafsiran dilakukan dalam bentuk perjanjian pihak bersengketa.
5. Perbaikan
putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru
(novum) yang belum diketahui oleh Mahkamah Internasional.
2. Mahkamah
Pidana Internasional
Bertujuan untuk mewujudkan
supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional.
Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum
pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah
Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat
oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.
3. Panel
Khusus dan Spesial Pidana Internasional
Adalah lembaga peradilan
internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat
internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti
setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan
dari Panel khusus dan special pidana internasional ini adalah menyangkut tindak
kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah negara
dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus
dan spesial pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan
Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.
Sengketa Internasional
(International Dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan
negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan lembaga
internasional yang menjadi subjek hukum internasional.
Sebab-sebab sengketa internasional:
1. Salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian internasional.
2. Perbedaan
penafsiran mengenai isi perjanjian internasional.
3. Perebutan
sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan
pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
5. Adanya
intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
6. Penghinaan
terhadap harga diri bangsa.
Ada dua cara penyelesaian segketa
internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
1. Penyelesaian
secara damai, meliputi:
a. Arbitrase,
yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada
orang tertentu atau Arbitrator yang dipilih secara bebas oleh mereka yang
bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan (ex
aequo et bono). Prosedur penyelesaiannya adalah:
1) Masing-masing
negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga
negaranya sendiri.
2) Para
arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan arbitrase
tersebut.
3) Putusan
melalui suara terbanyak.
b. Penyelesaian
yudisial adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan
internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c. Negosiasi,
tidak seformal arbitrase dan yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan
komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
d. Jasa-jasa
baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana negara
mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa dan membantu
penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam
penyelesaian konflik Indonesia Belanda tahun 1947. Dalam penyelesaian dengan jasa
baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian tetapi dalam penyelesaian secara mediasi,
pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar
penyelesaian dapat tercapai.
e. Konsiliasi
dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan negara-negara lain
atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak.
Konsiliasi dalam arti sempit adalah suatu penyelesaian sengketa internasional
melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau usul penyelesaian kepada
pihak sengketa dan tidak mengikat.
f. Penyelidikan
biasanya dipakai dalam perselisihan batas wilayah suatu negara dengan
menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
2. Penyelesaian
secara paksa, kekerasan, atau perang:
a. Perang
dan tindakan bersenjata nonperang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan
membebankan syarat penyelesaian kepada negara lawan.
b. Retorsi
adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak
pantas yang dilakukan negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatik
atau penarikan diri dari kesepakatan-kresepakatan fiskal dan bea masuk.
c. Tindakan-tindakan
pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu
negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari negara lain melalui
pemaksaan terhadap suatu negara.
d. Blokade
secara damai adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai tetapi merupakan
suatu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blokade
oleh negara lain.
e. Intervensi
(campur tangan) adalah campur tangan terhadap kemerdekaan politik tertentu
secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya:
1) Intervensi
kolektif sesuai dengan piagam PBB.
2) Intervesi
untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
3) Pertahanan
diri.
4) Negara
yang menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat
terhadap hukum internasional.
Ada dua mekanisme penyelesaian
sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal
dan khusus.
1. Mekanisme
Normal, terdiri dari:
a. Penyerahan
perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan
sengketa.
b. Pembelaan
tertulis berisi fakta hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilaian atas
fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
c. Presentasi
pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak sengketa.
d. Keputusan
bersifat menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apabila:
1) Para
pihak mencapai kesepakatan
2) Para
pihak menarik diri dari proses persidangan Mahkamah Internasional. Artinya, Mahkamah
Internasional telah memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah
dilakukan sesuai proses hukum internasional yang berlaku.
2. Mekanisme
Khusus, terdiri dari:
a. Keberatan
awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karena Mahkamah Internasional
dianggap tidak memiliki yuridiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
b. Ketidakhadiran
salah satu pihak yang bersengketa biasanya dilakukan oleh negara tergugat atau
responden karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
c. Keputusan
sela untuk memberikan perlindungan terhadap subjek persidangan, supaya pihak
sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancam efektivitas persidangan
Mahkamah Internasional.
d. Beracara
bersama, yaitu beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena
materi sama terhadap lawan yang sama.
e. Intervensi,
Mahkamah Internasional memberikan hak kepada negara lain yang tidak terlibat
dalam sengketa untuk melakukan intervensi atas sengketa yang sedang disidangkan
bahwa dengan keputusan Mahkamah Internasional ada kemungkinan negara tersebut
dirugikan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Norma
adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat,
dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan
dapat diterima. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, norma berisi anjuran,
perintah, dan larangan. Berdasarkan kekuatan mengikatnya
terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi tata cara (usage),
kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).
Sedangkan berdasarkan sumbernya, norma dibedakan menjadi norma hukum, norma
agama, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.
Peraturan Daerah (Perda) adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Pembentukan Perda yang baik harus
didasarkan pada asas peraturan perundang-undangan, antara lain kejelasan
tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis
dan muatan materi, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan,
kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Selain itu, materi muatan Perda haruslah
mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan,
bhineka tungga ika, keadilan, kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban
dan kepastian hukum, keseimbangan, dan asas lain sesuai substansi Perda yang
bersangkutan. Proses pembentukan Perda terdiri dari tiga tahap, yaitu proses
penyiapan rancangan, proses mendapatkan persetujuan, proses pengesahan.
Sistem Hukum Nasional Indonesia adalah sistem
hukum yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi semua unsur hukum
(seperti isi, struktur, budaya, sarana, dan peraturan perundang-undangan) yang
satu sama lain saling bergantung dan bersumber dari Pembukaan dan pasal-pasaal
UUD 1945. Dalam pembentukannya, sebuah sistem hukum mempunyai tiga unsur yang
saling berkaitan, yaitu unsur idiil, unsur operasional, dan unsur dan aktual.
Lembaga peradilan di Indonesia meliputi, Peradilan Tingkat Pusat, Peradilan
Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama Peradilan Militer, Peradilan
Pajak, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga yang berperan sebagai penegak hukum di
Indonesia, yaitu kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan KPK.
Hukum Internasional adalah
keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas negara, antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek
hukum internasional bukan negara, atau antar subjek hukum internasional bukan negara
satu sama lain. Dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antar negara,
hukum internasional dibuat dengan memerhatikan asas territorial, kebangsaan,
dan kepentingan umum. Subjek hukum internasional termasuk negara, tahta suci,
Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang perseorangan
(individu), pemberontak, dan pihak-pihak yang bersengketa. Lembaga-lembaga
peradilan internasional adalah Mahkamah Internasional, Mahkamah Pidana
Internasioanal, dan Panel Khusus dan Spesial Internasional. Ada
dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa,
kekerasan atau perang.
B.
SARAN
1. Kita
harus berpegang pada norma-norma yang ada dalam masyarakat dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Kita
sebagai warga negara yang baik, harus senantiasa menjunjung tinggi dan patuh
pada hukum yang berlaku di Indonesia maupun dunia internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Kawuryan,
Sekar Purbarini. 2008. Buku Pegangan Kuliah Konsep Dasar PKN. Yogyakarta: -
Kusumaatmadja,
Mochtar dan Etty R. Agoes. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT
Alumni.