Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 20 September 2013

NORMA, HUKUM, DAN PERATURAN



MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


 


oleh
1.     Fandhi Yusuf          11108241125
2.     Dwi Kurniyati        11108244024
3.     Wakhidah N.           1108244063
4.      Rosma Savitri        11108244072



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia tidak bisa hidup sendiri karena itulah manusia disebut dengan mahluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tentunya membutuhkan hubungan dengan orang lain. Dalam hubungan antara manusia tentunya ada perselisihan dan untuk mengatur hubungan agar tercipta kerukunan dan ketertiban diperlukan norma dan hukum yang mengatur hubungan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan manusia tidak hanya cukup menjalin hubungan dengan segelintir orang namun dibutuhkan hubungan yang luas yang menyangkut hubungan antar daerah bahkan negara. Dan untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut diperlukan kaidah-kaidah untuk mengatur, sehingga tercipta hubungan yang harmonis, tertib, dan damai.
Norma dan hukum berbeda namun pada dasarnya saling berkaitan serta memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan keteraturan dan ketertiban. Dalam praktiknya norma dibagi menjadi beberapa macam sedangkan hukum ada dua macam yaitu hukum nasional dan internasional. Setiap negara pasti memiliki konstitusi yang melahirkan peraturan-peraturan baik tertulis (biasanya undang-undang) maupun tidak tertulis (konvesional). Namun untuk negara Indonesia hanya memakai konstitusi yang tertulis yang berupa undang-undang.
Dalam hubungan antarnegara kemungkinan terjadinya perselisihan sangat besar, melihat kebudayaan dan latar belakang bangsa yang sangat berbeda antarnegara-negara tersebut. Namun untuk mencapai sebuah kepentingan diperlukan tata aturan yang akan memberikan batasan-batasan. Oleh karena itu, norma dan hukum, baik hukum nasional maupun internasional sangat diperlukan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, baik berbangsa, bernegara, maupun masyarakat internasional.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    NORMA DALAM MASYARAKAT
Sebagai individu, setiap manusia mempunyai kehendak dan kepentingan masing-masing. Adakalanya kehendak dan kepentingan setiap individu sejalan tetapi kadang berbeda bahkan bertentangan. Pertentangan kepentingan antarindividu inilah yang akan mengakibatkan terganggunya pemenuhan kepentingan-kepentingan itu sendiri. Untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan tersebut diperlukan patokan yang berupa norma-norma.
Pengertian norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima. Oleh karena itu, sebuah norma berisi anjuran, perintah, dan larangan.
Berdasarkan kekuatan mengikat terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
1.      Tata Cara (usage)
Tata cara (usage) adalah norma yang paling lemah daya pengikatnya karena orang yang melanggar hanya mendapat sanksi dari masyarakat berupa cemoohan atau ejekan saja. Cara atau usage menunjuk pada suatu perbuatan yang berkaitan dengan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Sebagai contoh, ketika sedang makan orang yang bersendawa atau mengeluarkan bunyi tertentu sebagai tanda kenyang. Tindakan tersebut bagi masyarakat tertentu dianggap tidak sopan. Sanksi terhadap tindakan ini berupa teguran atau nasehat.
2.      Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan (folkways) adalah suatu aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage karena kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan ini apabila dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut dengan tradisi dan menjadi identitas atau ciri masyarakat yang bersangkutan.

Contoh:
a.       Kebiasaan menghormati dan mematuhi orang yang lebih tua.
b.      Kebiasaan menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu kepada orang lain.
c.       Kebiasaan mengunjungi kerabat yang lebih tua pada hari raya keagamaan.
Sanksi terhadap pelanggaran norma ini biasanya berupa sindiran, cemoohan, atau bahkan digunjingkan.
3.      Tata Kelakuan (mores)
Tata kelakuan (mores) adalah aturan yang sudah diterima masyarakat dan dijadikan alat pengawas atau kontrol secara sadar atau tidak sadar oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Tata kelakuan mengharuskan atau melarang anggota msyarakat untuk menyesuaikan tindakan terhadap apa yang berlaku. Contoh norma tata kelakuan atau mores ini adalah larangan berzina. Pelanggaran terhadap norma tata kelakuan akan diberi sanksi berat seperti diarak di depan umum atau bahkan dirajam.
4.      Adat Istiadat (custom)
Adat istiadat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya, pada masyarakat Lampung yang melarang terjadinya perceraian, apabila terjadi suatu perceraian, maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapat sanksi, tetapi seluruh keluarganya pun ikut tercemar. Sanksi dari pelanggaran terhadap norma adat istiadat adalah dikucilkan oleh masyarakat.
Berdasarkan sumbernya, norma dibedakan menjadi:
1.      Norma Hukum
Norma hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sanksi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Sanksi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan, yaitu negara. Ciri norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang sah dan terdapat penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi. Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan suasana aman dan tenteram dalam masyarakat. Sanksi dari pelanggaran norma hukum dapat berupa denda atau hukuman fisik (dipenjara atau bahkan hukuman mati). Contoh pelanggaran norma hukum adalah mencuri, membunuh, korupsi, dan sebagainya.
2.      Norma Agama
Norma agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para pemeluk atau penganutnya. Norma ini bersumber dari Tuhan yang berada dalam kitab suci, berisi anjuran, perintah dan larangan. Bagi yang melanggar sanksinya mendapat dosa dan yang melaksanakan mendapat pahala. Contoh pelanggaran dari norma agama adalah melanggar perintahNya.
3.      Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyarakat seperti cara berpakaian, cara bersikap dalam pergaulan, dan berbicara. Norma ini bersifat relatif. Maksudnya, penerapannya berbeda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu. Misalnya, menentukan katagori pantas dalam berbusana antara tempat yang satu dengan yang lain terkadang berbeda. Sanksi dari pelanggarna norma kesopanan akan muncul dari masyarakat yang bersangkutan. Sanksinya tidak terlalu keras dan biasanya bersifat subjektif, misalnya melalui gunjingan. Norma kesopanan tidak memiliki lingkungan pengaruh yang luas jika dibandingkan dengan norma agama atau norma lainnya.
4.      Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat universal. Artinya, setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda. Sumber dari norma kesusilaan adalah hati sanubari manusia itu sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang sifatnya lahiriah, tetapi ditujukan pada sikap batin manusia. Dengan demikian, sanksi norma kesusilaan lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau batin seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan. Misalnya saja, seseorang berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui tindakannya itu. Sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa penyesalan terhadap perbuatan yang telah dilakukan.

B.     PERATURAN DAERAH
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.
Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada beberapa jenis perda yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Provinsi, antara lain:
1.      Pajak Daerah;
2.      Retribusi Daerah;
3.      Tata Ruang Wilayah Daerah;
4.      APBD;
5.      Rencana Program Jangka Menengah Daerah;
6.      Perangkat Daerah;
7.      Pemerintahan Desa;
8.      Pengaturan umum lainnya.
Pembentukan Perda yang baik harus didasarkan pada asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
1.      Kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang hendak dicapai.
2.      Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.
3.      Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.
4.      Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan efektivitas peraturan tersebut dalam masyarakat.
5.      Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.      Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminology, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7.      Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarkat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, meteri muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut.
1.      Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2.      Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3.      Asas kebangsaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.      Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5.      Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda harus senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6.      Asas bhineka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan  golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7.      Asas keasilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
8.      Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, gender, atau status sosial.
9.      Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menumbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10.  Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
11.  Asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.
Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur, atau Bupati/Walikota. Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur atau Bupati/Walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yaitu dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

C.    SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
Sistem adalah kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung dan tersusun secara teratur untuk mencapai tujuan tertentu. Hukum Nasional Indonesia adalah kesatuan hukum atau perundang-undangan yang dibangun untuk mencapai tujuan negara yang bersumber pada pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 yang di dalamnya berisi tujuan, dasar, dan cita hukum Negara Indonesia.
Sistem Hukum Nasional Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi semua unsur hukum (seperti isi, struktur, budaya, sarana, dan peraturan perundang-undangan) yang satu sama lain saling bergantung dan bersumber dari Pembukaan dan pasal-pasaal UUD 1945.
Menurut Friedman ada tiga macam unsur hukum, yaitu:
1.      Substance (materi atau substansi),
2.      Structure (struktur), dan
3.      Culture (budaya).
GBHN menjelang masa Orde Baru dalam politik pembangunan hukumnya menyebut empat unsur, yaitu:
1.      Isi,
2.      Aparat,
3.      Budaya, dan
4.      Sarana prasarana.
Sunaryati Hartono merinci unsur-unsur sistem hukum ke dalam 12 unsur, yaitu:
1.         Filsafat (termasuk asas-asas hukum)
2.         Sustansi atau materi hukum
3.         Keseluruhan lembaga-lembaga hukum
4.         Proses dan prosedure hukum
5.         Sumber daya manusia (brainwave)
6.         Sistem pendidikan hukum
7.         Susunan dan sistem organisasi serta koordinasi antar lembaga hukum
8.         Peralatan perkantoran lembaga-lembaga hukum (hardware)
9.         Perangkat lunak (software) seperti petunjuk pelaksanaan yang tepat
10.     Informasi hukum, perpustakaan, buku, dan website
11.     Kesadaran hukum dan perilaku masyarakat (budaya hukum)
12.     Anggaran belanja negara yang disediakan bagi pelaksanaan tugas-tugas lembaga hukum
Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa masalah-masalah yang dipersoalkan dalam sistem hukum mencakup lima hal, yaitu:
1.      Elemen atau unsur-unsur sistem hukum
2.      Bidang-bidang sistem hukum
3.      Konsistensi sistem hukum
4.      Pengertian-pengertian dasar sistem hukum
5.      Kelengkapan sistem hukum
Menurut teori dari Kees Schuit (Recht En Samenleving, 1983 11-18) sebuah sistem hukum dijabarkan menjadi 3 unsur utama yang berkaitan, yaitu:
1.      Unsur Idiil
Unsur ini terbentuk oleh sistem makna dari hukum itu sendiri terdiri atas aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan asas-asas hukum. Ini saja sudah cukup dikatakan sebagai “sistem hukum” jika ditinjau dari aspek filosofi. Tetapi ini saja tidak cukup karena suatu sistem harus memiliki unsur penerapan yang riil.
2.      Unsur operasional
Unsur yang terdiri atas keseluruhan organisasi-organisasi dan lembaga yang didirikan dalam suatu sistem hukum. Termasuk di dalamnya adalah aparatur (amsbtsrager) juga merupakan unsur operasional. Contoh : pengadilan, mahkamah agung, kepolisian.
3.      Unsur aktual
Unsur ini meliputi keseluruhan putusan-putusan dan perbuatan konkrit berkaitan dengan sistem makna hukum. Jadi dapat dikatakan ini adalah output sistem hukum. Contoh : Undang-undang, putusan pengadilan, yurisprudensi, traktat.
Indonesia sendiri menerapkan Civil Law System yang diwarisi dari hukum kolonial Belanda dengan beberapa tambahan yang diadopsi dari sistem hukum agama, adat, kesusilaan. Sehingga mendefinisikan dirinya sendiri sebagai Sistem Hukum Indonesia yang berlaku secara nasional di wilayah Indonesia. Sedangkan pencapaian bangsa Indonesia menuju Sistem Hukum Nasional masih berjalan, yang menurut Pancasila dan UUD 1945 meliputi sejumlah peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, maupun hukum kebiasaan di bidangnya seperti Hukum Lingkungan, Hukum Dagang (Ekonomi) dan lainnya.
Di Indonesia untuk menegakkan keadilan dibentuklah lembaga peradilan. Lembaga ini dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum sesuai dengan bidangnya. Lembaga peradilan di Indonesia meliputi:
1.      Peradilan Tingkat Pusat
Ada 2 badan peradilan tertinggi di Indonesia yaitu:
1)        Mahkamah Agung
Merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
a)      Menyelesaikan perkara pidana di tingkat kasasi
b)      Menguji semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi
2)      Mahkamah Konstitusi
Merupakan badan peradilan khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 1945.
2.      Peradilan Umum
1)      Pengadilan negeri (PN)
Merupakan badan pengadilan terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang terdakwa akan diadili di PN kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan. Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT) peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”.
2)      Pengadilan Tinggi (PT)
Merupakan pengadilan di tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN). Jika si terpidana tetap tidak mau terima atas vonis di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”.
3)      Mahkamah Agung (MA)
Menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini, yaitu peninjauan kembali (PK).
3.      Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha negara meliputi:
1)      Pengadilan Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum di tingkat kabupaten/kota.
2)      Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara tata usaha negara di tingkat provinsi.
4.      Peradilan Agama
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama Islam, misalnya masalah perceraian meliputi:
1)      Pengadilan Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum di tingkat kabupaten/kota.
2)      Pengadilan Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara perdata di tingkat provinsi.
5.      Peradilan Militer
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh anggota militer. Terdiri dari:
1)      Pengadilan Militer
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat kapten ke bawah.
2)      Pengadilan Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat mayor ke bawah. Juga bisa untuk mengadili anggota militer yang “naik banding” dari tingkat di bawahnya.
3)      Pengadilan Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih tidak puas dengan hukuman yang sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer tinggi. Juga memutuskan perselisihan tentang wewenang mengadili antar pengadilan militer.
6.      Peradilan Pajak
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak.
7.      Komisi Yudisial
Lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.
Peran lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia, antara lain:
1.         Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan. Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak kriminal disebut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
2.         Kejaksaan
Merupakan aparat negara yang bertugas:
a.         Melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di pengadilan. Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan.
b.         Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Aparat kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh kepolisian. Apabila telah lengkap maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang artinya siap dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.
3.         Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan. Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK. Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi, maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya:
a.         terbatas kepada hak uji terhadap UU ke atas,
b.         sengketa kewenangan antar lembaga negara,
c.         pembubaran partai politik,
d.        memutuskan presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukuman tidak mengurusi masalah pidana.
4.         KPK
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU No 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.

D.    HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL
Dalam hubungan antarnegara sangat mungkin muncul pertikaian akibat ketidaksepahaman dua atau beberapa negara mengenai suatu hal. Karena itu dibutuhkan suatu aturan yang disepakati bersama dan dihormati secara internasional oleh negara-negara yang ada di dunia agar tercipta ketertiban dunia. Kesepakatan antara dua atau beberapa negera inilah yang disebut sebagai hukum internasional.
Menurut Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek hukum internasional bukan negara, atau antar subjek hukum internasional bukan negara satu sama lain. Hukum Internasional digolongkan menjadi hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum Internasional publik atau hukum antar negara adalah asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat pidana, sedangkan hukum perdata internasional atau hukum antar bangsa yang mengatur masalah perdata lintas negara (perkawinan antar warga negara suatu negara dengan warga negara lain).
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai negara.
J.G. Starke menyatakan, Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antarnegara.
Hukum Internasional diberlakukan dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antarnegara. Karena itu, hukum tersebut tidak boleh dibuat tanpa memerhatikan kepentingan masing-masing negara. Untuk itu, hukum internasional harus memerhatikan asas-asas sebagai berikut:
a.    Asas teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang di wilayahnya. Jadi, terhadap semua barang atau orang yang berada di luar wilayah tersebut berlaku hukum asing atau hukum internasional sepenuhnya.
b.    Asas kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan untuk mengatur warga negaranya. Setiap warga negara di manapun berada tetap berada di bawah jangkauan hukum negara asalnya. Asas ini mempunyai kekuatan eksteritorial. Artinya, hukum suatu negara tetap berlaku bagi warga negaranya meskipun dia berada di negara lain.
c.    Asas kepentingan umum
Asas ini didasarkan pada kewenangan negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Apabila ketiga asas ini tidak diperhatikan, akan timbul kekacauan dalam hubungan antar bangsa (internasional). Oleh sebab itu, antara satu negara dengan negara lain perlu ada hubungan yang teratur dan tertib dalam bentuk hukum internasional.
Dalam Piagam Mahkamah Internasional, pasal 38 ayat 1 mengatakan bahwa dalam mengadili perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasional akan mempergunakan sumber-sumber hukum:
1.        Perjanjian Internasional (traktat)
Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Dari batasan tersebut jelas bahwa untuk dapat dinamakan Perjanjian Internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Yang masuk dalam perjanjian internasional diantaranya perjanjian antara negara-negara, perjanjian antara negara dengan organisasi internasional, termasuk perjanjian yang diadakan oleh Tahta Suci dengan negara-negara walaupun yang diatur dalam perjanjian itu semata-mata urusan gereja dan bukan urusan kenegaraan karena Tahta Suci merupakan subjek hukum yang diakui dalam hukum internasional.
2.        Kebiasaan internasional
Pada pasal 38 ayat 1 sub b mengatakan bahwa “International costum as evidence of a general practice accepted as law”. Artinya, hukum kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Tidak setiap kebiasan internasional merupakan sumber hukum, sehingga untuk dapat dikatakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a.       harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (unsur material);
b.      kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis);
c.       prinsip hukum umum.
Sumber hukum ketiga menurut pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional ialah hukum umum yang diakui oleh bangsa bangsa yang beradab. Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah prinsip hukum umum dan tidak hanya asas hukum internasional. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif.
Subjek hukum internasional adalah pihak-pihak yang membawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Menurut Starke, subjek hukum internasional termasuk negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang perseorangan (individu), pemberontak, dan pihak-pihak yang bersengketa.
a.       Negara
Negara sudah diakui sebagi subjek hukum internasional sejak adanya hukum international, bahkan hukum international itu disebut sebagai hukum antarnegara.
b.      Tahta Suci (Vatikan) Roma Italia
Paus bukan saja kepala gereja tetapi memiliki kekuasaan duniawi. Tahta Suci menjadi subjek hukum Internasional dalam arti penuh karena itu statusnya setara dengan negara dan memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara termasuk di Indonesia.
c.       Palang Merah Internasional
Berkedudukan di Jenewa dan menjadi subjek hukum internasional dalam arti terbatas karena misi kemanusiaan yang diembannya.
d.      Organisasi Internasional
Misalnya PBB dan ILO memiliki hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subjek hukum internasional.


e.       Orang persorangan (Individu)
Orang perseorangan atau individu dapat menjadi subjek internasional dalam arti terbatas sebab telah diatur dalam Perdamaian Versailes 1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional.
f.       Pemberontak dan pihak yang bersengketa
Dalam keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa dan mendapat pengakuan sebagai gerakan pembebasan dalam menuntut hak kemerdekaannya. Contoh PLO (Palestine Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.
Lembaga Peradilan Internasional terdiri dari:
1.      Mahkamah Internasional
 Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua dengan masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika Serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara. Ada 3 kategori, yaitu:
1.      Negara anggota PBB otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2.      Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah Internasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
3.      Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah Internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahkamah Internasional dan Piagam PBB.
Yuridiksi Mahkamah Internasional adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau yuridiksi ini meliputi:
1.      Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
2.      Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Beberapa kemungkinan cara penerimaan yuridikasi sebagai berikut:
1.      Perjanjian khusus, dalam hal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subjek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia dengan Malaysia mengenai penundukan diri, dalam perjanjian internasional para pihak yang bersengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
2.      Pernyataan penundukan diri negara peserta statute Mahkamah Internasional, mereka tunduk pada Mahkamah Internasional tanpa perlu membuat perjanjian khusus.
3.      Keputusan Mahkamah Internasional mengenai yuridikasinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional, maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
4.      Penafsiran Putusan dilakukan jika diminta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penafsiran dilakukan dalam bentuk perjanjian pihak bersengketa.
5.      Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum diketahui oleh Mahkamah Internasional.
2.      Mahkamah Pidana Internasional
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.
3.      Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional
Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan dari Panel khusus dan special pidana internasional ini adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan spesial pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.
Sengketa Internasional (International Dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara, negara dengan individu-individu, atau negara dengan lembaga internasional yang menjadi subjek hukum internasional.
Sebab-sebab sengketa internasional:
1.      Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam perjanjian internasional.
2.      Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian internasional.
3.      Perebutan sumber-sumber ekonomi
4.      Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional.
5.      Adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
6.      Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.
1.      Penyelesaian secara damai, meliputi:
a.       Arbitrase, yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa, namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan keadilan (ex aequo et bono). Prosedur penyelesaiannya adalah:
1)      Masing-masing negara yang bersengketa menunjuk dua arbitrator, satu boleh berasal dari warga negaranya sendiri.
2)      Para arbitrator tersebut memilih seorang wasit sebagai ketua dari pengadilan arbitrase tersebut.
3)      Putusan melalui suara terbanyak.
b.      Penyelesaian yudisial adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum.
c.       Negosiasi, tidak seformal arbitrase dan yudisial. Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negosiasi dapat berjalan semestinya.
d.      Jasa-jasa baik atau mediasi, yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai. Contoh Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda tahun 1947. Dalam penyelesaian dengan jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian tetapi dalam penyelesaian secara mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai.
e.       Konsiliasi dalam arti luas adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Konsiliasi dalam arti sempit adalah suatu penyelesaian sengketa internasional melalui komisi atau komite dengan membuat laporan atau usul penyelesaian kepada pihak sengketa dan tidak mengikat.
f.       Penyelidikan biasanya dipakai dalam perselisihan batas wilayah suatu negara dengan menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar perundingan.
2.      Penyelesaian secara paksa, kekerasan, atau perang:
a.       Perang dan tindakan bersenjata nonperang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan membebankan syarat penyelesaian kepada negara lawan.
b.      Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas yang dilakukan negara lain. Contoh menurunkan status hubungan diplomatik atau penarikan diri dari kesepakatan-kresepakatan fiskal dan bea masuk.
c.       Tindakan-tindakan pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan suatu negara untuk mengupayakan memperoleh ganti rugi dari negara lain melalui pemaksaan terhadap suatu negara.
d.      Blokade secara damai adalah tindakan yang dilakukan pada waktu damai tetapi merupakan suatu pembalasan. Misalnya permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di blokade oleh negara lain.
e.       Intervensi (campur tangan) adalah campur tangan terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Contohnya:
1)      Intervensi kolektif sesuai dengan piagam PBB.
2)      Intervesi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
3)      Pertahanan diri.
4)      Negara yang menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional.
Ada dua mekanisme penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal dan khusus.
1.      Mekanisme Normal, terdiri dari:
a.       Penyerahan perjanjian khusus yang berisi identitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
b.      Pembelaan tertulis berisi fakta hukum yang relevan, tambahan fakta baru, penilaian atas fakta yang disebutkan dan berisi dokumen pendukung.
c.       Presentasi pembelaan bersifat terbuka dan umum atau tertutup tergantung pihak sengketa.
d.      Keputusan bersifat menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apabila:
1)      Para pihak mencapai kesepakatan
2)      Para pihak menarik diri dari proses persidangan Mahkamah Internasional. Artinya, Mahkamah Internasional telah memutus kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan sesuai proses hukum internasional yang berlaku.
2.      Mekanisme Khusus, terdiri dari:
a.       Keberatan awal karena ada keberatan dari pihak sengketa karena Mahkamah Internasional dianggap tidak memiliki yuridiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
b.      Ketidakhadiran salah satu pihak yang bersengketa biasanya dilakukan oleh negara tergugat atau responden karena menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
c.       Keputusan sela untuk memberikan perlindungan terhadap subjek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan hal-hal yang mengancam efektivitas persidangan Mahkamah Internasional.
d.      Beracara bersama, yaitu beberapa pihak disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan yang sama.
e.       Intervensi, Mahkamah Internasional memberikan hak kepada negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa untuk melakukan intervensi atas sengketa yang sedang disidangkan bahwa dengan keputusan Mahkamah Internasional ada kemungkinan negara tersebut dirugikan.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan dapat diterima. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, norma berisi anjuran, perintah, dan larangan. Berdasarkan kekuatan mengikatnya terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi tata cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom). Sedangkan berdasarkan sumbernya, norma dibedakan menjadi norma hukum, norma agama, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.
Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. Pembentukan Perda yang baik harus didasarkan pada asas peraturan perundang-undangan, antara lain kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan muatan materi, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan. Selain itu, materi muatan Perda haruslah mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tungga ika, keadilan, kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, dan asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan. Proses pembentukan Perda terdiri dari tiga tahap, yaitu proses penyiapan rancangan, proses mendapatkan persetujuan, proses pengesahan.
Sistem Hukum Nasional Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi semua unsur hukum (seperti isi, struktur, budaya, sarana, dan peraturan perundang-undangan) yang satu sama lain saling bergantung dan bersumber dari Pembukaan dan pasal-pasaal UUD 1945. Dalam pembentukannya, sebuah sistem hukum mempunyai tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur idiil, unsur operasional, dan unsur dan aktual. Lembaga peradilan di Indonesia meliputi, Peradilan Tingkat Pusat, Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama Peradilan Militer, Peradilan Pajak, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga yang berperan sebagai penegak hukum di Indonesia, yaitu kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan KPK.
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, antara negara dengan negara, dan negara dengan subjek hukum internasional bukan negara, atau antar subjek hukum internasional bukan negara satu sama lain. Dalam rangka menjaga hubungan dan kerja sama antar negara, hukum internasional dibuat dengan memerhatikan asas territorial, kebangsaan, dan kepentingan umum. Subjek hukum internasional termasuk negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, organisasi internasional, orang perseorangan (individu), pemberontak, dan pihak-pihak yang bersengketa. Lembaga-lembaga peradilan internasional adalah Mahkamah Internasional, Mahkamah Pidana Internasioanal, dan Panel Khusus dan Spesial Internasional. Ada dua cara penyelesaian segketa internasional, yaitu secara damai dan paksa, kekerasan atau perang.

B.     SARAN
1.      Kita harus berpegang pada norma-norma yang ada dalam masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.      Kita sebagai warga negara yang baik, harus senantiasa menjunjung tinggi dan patuh pada hukum yang berlaku di Indonesia maupun dunia internasional.










DAFTAR PUSTAKA


Kawuryan, Sekar Purbarini. 2008. Buku Pegangan Kuliah Konsep Dasar PKN. Yogyakarta: -
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2010. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: PT Alumni.

 
 

Designed By Blogs Gone Wild!