Kelar deh tgs gw. Setelah sekian lama jemari tangan menari di atas keyboard, haha....
PELANGGARAN HAM DENSUS 88 ANTI TEROR DALAM VIDEO
PENYERGAPAN TERORIS DI TANAH TINGGI KABUPATEN POSO
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaran
Disusun oleh:
Erina Candra Dewi 11108241070
Fandhi
Yusuf 11108241125
Wakhidah Nurhidayati 11108244063
PRODI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Terorisme yang merajalela di bumi Indonesia kian lama kian meresahkan. Dimulai
dari aksi teror Bom Bali I, 12 Oktober 2002 lalu, mendesak pemerintah Indonesia
bertindak cepat untuk memberantas terorisme yang juga merupakan pelanggaran hak
asasi manusia berat. Pada mulanya pemerintah
mengerahkan satuan khusus dari Mabes Polri yang disebut Tim Bom dan beberapa
anggota dari satuan lain, tetapi
kemudian disadari bahwa
kekuatan reguler kepolisian tidak memungkinkan untuk fokus menanggulangi
masalah terorisme. Dari sinilah
Densus 88 Anti Teror dibentuk.
Kinerja Densus 88 tidak lepas dari dinamika karena memang tugasnya rumit
dan memerlukan keterampilan tinggi. Salah satu kinerja Densus 88 yang menuai
banyak opini masyarakat adalah pada penyergapan terduga teroris di Tanah Tinggi
Kabupaten Poso pada tahun 2007 lalu yang terekam dalam sebuah video. Dalam
video tersebut digambarkan bahwa ada sekelompok pemuda yang disergap oleh
anggota Densus 88. Tanpa pikir pajang, mereka menembaki sekelompok pemuda itu.
Salah seorang di antaranya, bernama Wiwin, tertembak timah panas di bagian
punggung dan kepala. Dalam video, gambaran punggungnya yang tertembak jelas
tergambar bersimbah darah. Menurut beberapa media massa yang membahas peristiwa
ini, Wiwin merupakan tersangka mutilasi dan pembunuhan di Poso. Wiwin sempat
dilarikan ke rumah sakit dan sekarang mendekam di tahanan.
Yang menjadi sorotan dari pembuatan makalah kali ini adalah pada kinerja
Densus 88 yang menyergap sekaligus menembak sekelompok ini dengan tiba-tiba dan
melakukan kekerasan berupa pukulan, tendangan dan injakan kepada sekelompok
pemuda tersebut. Perbuatan itu sebenarnya melanggar HAM karena melakukan
kekerasan fisik pada seseorang yang belum dinyatakan tersangka oleh pengadilan.
Asas praduga tak bersalah seolah-olah diabaikan dan Densus langsung bertindak
sebagai algojo. Makalah ini mengangkat pelanggaran HAM Densus 88 anti teror
dalam video penyergapan teroris di Tanah Tinggi kabupaten Poso.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kinerja Densus 88 Anti Teror dalam menjaga keamanan warga
negara Indonesia dari terorisme selama ini?
2.
Apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror dalam video
penyergapan teroris di Tanah Tinggi kabupaten Poso?
3.
Bagaimana sikap dan rekomendasi pemecahan masalah terhadap pelanggaran
HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui kinerja Densus 88 Anti Teror untuk menjaga keamanan warga
negara Indonesia dari terorisme.
2.
Mengetahui pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror dalam
video penyergapan teroris di Tanah Tinggi Kabupaten Poso.
3.
Menyikapi pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror secara
bijak dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kinerja Densus
88 Anti Teror Selama Ini
Densus 88 dibentuk
setelah terjadinya serangkaian teror bom di Indonesia dengan tugas untuk
menanggulangi terorisme yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, Detasemen 88 dibekali kemampuan mengatasi gangguan
teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di pusat (Mabes
Polri) diperkirakan berkekuatan 400 personel yang terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul
yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu (www.id.wikipedia.org).
Sepak
terjang densus dalam menjalankan tugas menuai banyak pro dan kontra. Pergerakan
yang agresif, cepat, dan tanpa kompromi dinilai sebagian orang sebagai langkah kerja
yang “gegabah”. Hal tersebut karena dalam penyergapannya, beberapa terduga
teroris akhirnya mati tertembak dalam baku tembak dengan anggota Densus 88. Padahal
informasi dari terduga teroris tersebut sangat penting guna mengungkap jaringan
teroris yang lebih luas. Selain itu, tak sedikit pula masyarakat sipil yang
menjadi korban dari sergapan densus di lokasi terduga teroris. Hal tersebut
seperti tertulis dalam berita berikut.
Drama kebiadaban pasukan Densus 88
kembali dipertontonkan di pentas negeri yang mengaku
menjujung tinggi HAM (Hak Asasi Manusia). Hal tersebut terjadi ketika Densus
menangkap terduga Teroris bernama Dian Adi Priyana (DAP) di Pasar Nyamuk
Cipondoh Tangerang Selatan, Sabtu (12/11/2011) lalu. Kepada voa-islam.com, Ummu
Yasmin, istri dari terduga teroris Dian Adi Priyana yang menyaksikan
penangkapan dan penyiksaan terhadap suaminya menceritakan detik-detik
kebiadaban Densus.
Biadabnya,
penganiayaan yang tak manusiawi tersebut dilakukan di depan istri dan dua anak
Dian yang bernama Azzam (4,5) dan Syamil (1,5). Tak sampai di situ, dengan
kejinya, kedua anak balita itu juga mendapatkan perlakuan kasar dari tim Densus
88, sama seperti ayah mereka. Azzam yang terluka karena motor terjatuh ke got
itu terus menangis melihat ayahnya dipelakukan kasar. Semantara Syamil yang
baru berumur 1,5 tahun direnggut dengan paksa oleh tim Densus 88 sampai
pelipisnya legam. Sesaat kemudian, puluhan petugas dari Detasemen Borgol
tersebut mengerubuti terduga teroris Dian Adi Priyana bersama istri dan kedua
anaknya yang terus menangis karena ketakutan. Tak mau ambil pusing, Ummu Yasmin
dan kedua anaknya pun diangkut ke dalam mobil Avanza warna putih, sementara
Dian sendiri dinaikkan ke mobil lain warna hitam.
Dari
dalam mobil, Ummu Yasmin dan kedua anaknya mendengar teriakan takbir dari Dian
yang sedang disiksa oleh anggota Densus 88. Teriakan takbir tersebut membuat
anggota Densus 88 marah kemudian mereka mengambil lakban dari mobil yang
ditumpangi oleh Ummu Yasmin dan kedua anaknya. “Dengan lakban itulah mulut
suami saya dibungkam, mungkin karena mereka membenci suara takbir,” ujar Ummu
Yasmin kepada voa-islam.com, Senin (15/11/2011). Setelah itu, Ummu Yasmin dan
kedua anaknya dibawa ke Polsek Cipondoh sedangkan Dian sendiri entah dibawa ke
tempat lain, entah ke mana. Rupanya polisi tidak puas mempertontonkan
kebiadaban dalam menyiksa Dian di depan istri dan kedua anaknya. Hari itu juga
polisi menjemput dua anak perempuan Dian yang bernama Syifa (11) dan Yasmin (9)
yang sedang bersekolah untuk dibawa ke Polsek Cipondoh (www.delitua.heck.in).
Dari kutipan berita tersebut,
terlihat bahwa dalam menjalankan tugasnya, densus terkesan tidak pandang bulu. Bahkan
tampak seperti manusia “robot” yang tidak lagi memperdulikan rasa kemanusiaan.
Penangkapan kepada terduga teroris Dian Adi Priyana seharusnya tetap
mempertimbangkan asas kemanusiaan. Hal tersebut karena saat penangkapan,
terduga tersangka sedang bersama istri dan anak-anaknya. Penangkapan yang
dilakukan di depan istri dan anak-anak terduga tersangka Dian, dikhawatirkan
akan meninggalkan rasa trauma yang mendalam kepada istri dan anak-anaknya.
Banyak pihak yang
memberikan kritikan tajam dan bahkan menyerukan pembubaran Densus 88. Salah
satunya adalah organisasi masyarakat (ormas) Hidayatullah. Kepala Biro
Humas PP Hidayatullah, Mahladi, mengatakan, “Hidayatullah menuntut kepada
pemerintah dan pihak kepolisian untuk membubarkan Densus 88. Kami menilai
penanganan tindak terorisme yang dilakukan Densus 88 selama ini tidak
membuahkan hasil yang maksimal, justru menyebarkan ketakutan sejumlah masyarakat
Muslim di negeri ini terhadap aksi salah tangkap, penyiksaan dan saling curiga
di tengah masyarakat,” (www.arrahmah.com)
Bagaikan dua sisi
mata uang, kinerja Densus 88 tidak hanya menuai kritik keras, tapi juga
mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang mendukung upaya
pemberantasan teroris oleh Densus 88 datang dari Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai. Menurut
dia, mereka yang menyudutkan dan menilai buruk kinerja Densus hanya karena satu
peristiwa berarti tak mengerti akan bahaya yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Kita menghadapi kelompok jaringan yang melanggar HAM paling berat,” kata
dia. “Densus hadir untuk memberantasnya" (edsus.tempo.co).
Prestasi Densus 88 dalam menangkap para teroris
dapat dikatakan cukup baik. Menurut penuturan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad
Mbai, Densus 88 telah menangkap 840 teroris sejak peristiwa Bom Bali I. Ansyaad
menambahkan bahwa dari 840 orang itu, hanya sekitar 60-an teroris yang
tertembak mati (edsus.tempo.co). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Densus 88 yang beranggotakan sekitar 400 orang
(id.wikipedia.org), telah berhasil menangkap hidup 780 orang tersangka.
Berikut
adalah sejumlah operasi penangkapan teroris oleh Densus 88.
1.
9 November 2005 - Detasemen 88 Mabes Polri menyerbu kediaman buronan
teroris Dr. Azahari di Kota Batu, Jawa Timur yang menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut.
2.
2 Januari 2007 - Detasemen 88 terlibat dalam operasi penangkapan 19
dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota. Tembak-menembak antara polisi
dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan sembilan warga
sipil.[7]
3.
9 Juni 2007 - Yusron Mahmudi alias Abu Dujana, tersangka jaringan teroris
kelompok Al Jamaah Al Islamiyah, ditangkap di desa
Kebarongan, Kemranjen, Banyumas, Jateng
4.
8 Agustus 2009 - Menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris
5.
7 - 8 Agustus 2009 - Mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris
Ibrahim alias Baim di Desa Beji daerah Kedu, Temanggung.
6.
16 September 2009 - Menangkap dua tersangka teroris yakni Rahmat Puji
Prabowo alias Bejo dan Supono alias Kedu di Pasar Gading, Solo, sekitar lima
jam sebelum penangkapan di Kepuhsari, Mojosongo.
17 September 2009 - Pengepungan teroris di Kampung Kepuhsari Kelurahan
Mojosongo Kecamatan Jebres Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris di antaranya
adalah Noordin Mohammed Top, Bagus Budi Pranowo alias Urwah,
Hadi Susilo, Aryo Sudarso alias Aji dan isteri Hadi Susilo, Munawaroh, yang
berada di dalam rumah akhirnya selamat tapi terkena tembakan di bagian kaki
(id.wikipedia.org).
B.
Pelanggaran
HAM oleh Densus 88 Anti Teror
Hak
asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu dan
melekat dalam dirinya yang tanpanya manusia tidak dapat hidup. Sebagai hak
dasar, hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga tidak
ada kekuasaan di dunia ini yang dapat mencabut hak asasi yang dimiliki oleh
setiap manusia. Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan
bahwa setiap manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat yang sama. Dengan
kata lain, hak asasi manusia ada karena adanya pengakuan atas harkat dan
martabat yang sama sebagai manusia.
Hak
asasi manusia sebenarnya sudah dikenal pada masa kejayaan Islam, namun pertama
kali berkembang di kawasan Eropa yang ditandai dengan lahirnya magna charta
untuk membatasi kekuasaan raja yang bersifat absolut. Pada saat itu, kekuasaan
raja yang absolut digunakan untuk bertindak sewenang-wenang, serta menciptakan
hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat. Sejak lahirnya
magna charta tahun 1215, raja harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya
yang melanggar hukum. Selanjutnya, pada tanggal 10 Desember 1948, PBB berhasil
merumuskan naskah Universal Declaration
of Human Rights, yaitu pernyataan dunia tentang hak-hak asasi manusia.
Menurut Universal Declaration of Human
Rights(dalam Ubaedillah, 2008), terdapat lima hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu, yaitu hak personel (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal
(hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak
jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan), dan hak ekonomi, sosial,
dan budaya.
Sementara
di Indonesia, pengakuan terhadap hak asasi manusia tercantum dalam UUD 1945
(pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945), UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.Di dalam UU No. 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Berdasarkan pengertian tersebut, ciri pokok hak asasi manusia adalah sebagai
berikut.
1. Hak
asasi manusia tidak diberikan, dibeli, maupun diwarisi sebab merupakan bagian
dari manusia secara otomatis.
2. Hak
asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin,
asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
3. Hal
asasi manusia tidak boleh dilanggar karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa. (Tim ICCE UIN dalam Winarno, 2007)
Belum
ada jaminan secara pasti bahwa perlindungan terhadap hak-hak asasi dilaksanakan
dengan baik meskipun di Indonesia telah ada undang-undang dan lembaga-lembaga
penegaknya. Sebab dalam kenyataannya masih banyak kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang dilakukan oleh negara atau pemerintah maupun oleh masyarakat di
Indonesia. Adapun pelanggaran HAM seperti yang dimaksud dalam UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undnag ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pelanggaran
HAM dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu pelanggaran HAM berat dan pelnggaran
HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan, sementara bentuk pelanggaran HAM ringan selain yang
termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Masih adanya pelanggaran HAM yang terjadi
di Indonesia disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
1.
Belum adanya
kesepahaman mengenai konsep dasar hak asasi manusia antara paham yang memandang
HAM bersifat universalitas dan paham yang memandang HAM bersifat
partikularitas.
2.
Adanya pandangan bahwa
HAM bersifat individualistik yang akan mengancam kepentingan umum.
3.
Kurang berfungsinya
lembaga-lembaga penegak hukum.
4.
Pemahaman yang belum
merata tentang HAM baik di kalangan sipil maupun militer.
Tugas
utama densus 88 anti teror adalah mengatasi ancaman teror yang terjadi di
Indonesia sebagai salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia dalam bentuk
pemberian rasa aman. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, tentu ada kode etik
yang mengatur dan harus dipatuhi oleh setiap anggotanya seperti yang ada di
dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Namun, tugas tersebut tidak akan terlaksana dengan baik apabila
dalam menjalankan tugasnya ternyata satuan khusus ini juga melanggar hak asasi
manusia seperti yang ada di dalam sebuah video.
Di
dalam video tersebut menunjukkan bahwa sekelompok polisi yang diduga anggota
densus 88 dan anggota brimob sedang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap sejumlah warga
yang diduga teroris. Pelanggaran HAM yang dilakukan berupa mengikat tangan,
menginjak-injak, dan menyuruh terduga teroris untuk berbaring di tengah tanah
lapang sambil bertelanjang dada. Bahkan ada seorang warga yang mengalami luka
tembak di bagian punggung dan luka lainnya di bagian kepala.
Diunggahnya
video tersebut ke dunia maya, menyebabkan banyak pihak mengecam tindak
kekerasan yang dilakukan densus 88 dan meminta Polri sebagai pihak yang
bertanggung jawab untuk segera membubarkan satuan ini karena telah melanggar
HAM. Menindaklanjuti
tuntutan pembubaran densus 88, Polri berjanji untuk menyelidiki kasus
penganiayaan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh densus 88. Polri akan
memberikan tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan penganiayaan berupa
tindakan disiplin, kode etik, dan pidana. Sementara menanggapi tuntutan untuk
membubarkan densus 88, Polri menyatakan bahwa hanya akan mengevaluasi kinerja
densus tetapi tidak akan membubarkan densus seperti yang diungkapkan oleh
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar:
"Jadi
kalau Densus dibubarkan, yang menghadapi ancaman teroris siapa? Jadi video itu
juga belum tentu personel Densus," terang Boy. Dia mengatakan yang perlu
dilakukan Polri saat ini adalah mengevaluasi kinerja satuan berlambang burung
hantu itu.
Dijelaskannnya, pembentukan Densus sendiri merujuk kepada Undang-Undang 15 tahun 2003 yang disusun oleh pemerintah tentang ancaman terorisme."Evaluasi perlu. Tapi untuk dibubarkan mohon pemahaman semua pihak," katanya. Ia menegaskan, kepolisian siap menindak tegas anggota Densus maupun aparat kepolisian lainnya yang melanggar hukum, termasuk dalam pelanggaran HAM. (Kompas, Selasa 5 Maret 2013)
Dijelaskannnya, pembentukan Densus sendiri merujuk kepada Undang-Undang 15 tahun 2003 yang disusun oleh pemerintah tentang ancaman terorisme."Evaluasi perlu. Tapi untuk dibubarkan mohon pemahaman semua pihak," katanya. Ia menegaskan, kepolisian siap menindak tegas anggota Densus maupun aparat kepolisian lainnya yang melanggar hukum, termasuk dalam pelanggaran HAM. (Kompas, Selasa 5 Maret 2013)
Video
tersebut hanyalah salah satu bukti dari pelanggaran yang dilakukan oleh densus
dalam menjalankan tugasnya. Pada Desember 2012, terjadi kasus penangkapan dan
pembunuhan oleh densus 88 di Poso terhadap terduga teroris. Beberapa media
menyebutkan bahwa penembakan yang mengakibatkan meninggalnya korban adalah
akibat adanya perlawanan dari korban. Akan tetapi, warga menyatakan bahwa kedua
korban, baik yang ditangkap maupun yang ditembak baru saja pulang shalat subuh
dan tidak terjadi perlawanan apalagi baku tembak seperti yang diberitakan
sejumlah media. Akibat pemberitaan yang tidak benar tersebut, warga marah dan
keadaan semakin memanas saat warga dihadang oleh brimob seusai shalat dhuhur
sehingga aksi saling lempar antara warga dengan brimob tidak dapat dihindarkan.
C.
Sikap
Mahasiswa Menghadapi Pelanggaran HAM oleh Densus 88 Anti Teror
Sikap kritis diperlukan untuk menanggapi peristiwa sekaligus pemberitaan
yang kian marak tentang kasus ini. Tidak langsung
menghakimi tetapi perlu menyelidiki kebenaran berita dengan meninjaunya dari
berbagai sudut pandang. Menelisik kembali kebenaran
dari sebuah informasi memang sangat perlu. Hal ini dikarenakan tidak jarang
media massa yang menyertakan bumbu-bumbu
pada beritanya dengan maksud agar lebih disorot oleh publik.
Menanggapi opini publik yang menyudutkan Densus 88
tentang pembubarannya, mahasiswa perlu bertindak cerdas. Mahasiswa tidak
bersikap pro dan kontra terhadap pembubaran densus 88. Yang menjadi solusi dari permasalahan selama ini yaitu perlu
adanya evaluasi di badan Densus
88. Dari pihak Densus 88 sendiri perlu memperbaiki memberikan
sanksi tegas terhadap oknum yang melakukan pelanggaran HAM. Salah satu caranya
adalah peningkatan pengawasan dalam kinerja para anggotanya, kejelasan SoP dan
peningkatan kualitas sumber daya anggota Densus 88 sendiri.
Densus 88 perlu berhati-hati dalam bertindak
meringkus teroris, tidak langsung melawan dengan senjata tetapi perlu
memperhatikan aturan dalam proses
penangkapan teroris.
Asas praduga tak bersalah perlu ditegakkan karena hal ini juga merupakan salah
satu penegakkan hak asasi manusia. Penembakan terduga teroris di tempat umum
dan seketika langsung meregang nyawa menurut penulis dirasa tidak menghormati
hak asasi manusia. Yang seharusnya
adalah teroris tetap diadili di meja hijau, dengan prosedur yang sudah ada dan
dieksekusi dengan tertutup. Densus 88 sebaiknya bertugas untuk proses pelacakan
dan penangkapan teroris saja. Proses peradilan dan eksekusi dilaksanakan oleh
lembaga lain, bukan Densus 88.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kinerja Densus 88 sampai pada saat ini dapat dikatakan
baik mengingat prestasi yang ditorehkan cukup banyak. Salah satunya adalah
banyaknya teroris yang sudah tertangkap. Akan tetapi kinerjanya perlu dibenahi.
Hal tersebut dirasa perlu agar tidak ada kasus salah tangkap dan kesan arogasi dari aparat Densus 88 yang
mengandung pelanggaran hak asasi manusia.
B.
Saran
1.
Kinerja Densus 88
perlu ditingkatkan pengawasannya terutama tentang penyergapan yang mengandung
pelanggaran hak asasi manusia.
2.
Mahasiswa perlu
bersikap kritis terhadap pemberitaan tentang Densus 88 sekaligus mengecek
kembali kebenaran dari berita tersebut serta berkontribusi untuk memberikan
solusi dari permasalahan yang ada di dalam kubu Densus 88 minimal dengan cara
menuliskan dan mempublikasinya.
C.
Harapan
Penulis berharap agar Densus 88 menjadi garda terdepan
pemberantasan terorisme di Indonesia sebagai salah satu upaya penegakkan hak
asasi manusia di Indonesia. Usaha pemberantasan terorisme oleh Densus 88
tersebut sebaiknya tidak menciderai nilai-nilai hak asasi manusia dalam
prosesnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bilal. 2013. Hidayatullah desak Pemerintah bubarkan Densus 88. [online], (http://www.arrahmah.com/news/2013/03/11/hidayatullah-desak-pemerintah-bubarkan-densus-88.html diakses pada 13
Maret 2013)
Munawaroh. 2013. Ditentang di Poso, Ini Alasan Densus 88 Dibentuk. [online], (http://edsus.tempo.co/konten-berita/hukum/2013/03/08/465815/142/Densus-88-Ada-Agar-Tiada-Pelanggaran-HAM-Masif diakses
pada 14 Maret 2013)
Munawaroh. 2013. Sejak Bom Bali I,
Densus 88 Tangkap 840 Teroris. [online], (http://edsus.tempo.co/konten-berita/politik/2013/03/09/466045/142/Sejak-Bom-Bali-I-Densus-88-Tangkap-840-Teroris diakses pada 14 Maret 2013)