Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 18 Maret 2013

Tugas Kuliah PKn

Kelar deh tgs gw. Setelah sekian lama jemari tangan menari di atas keyboard, haha....



PELANGGARAN HAM DENSUS 88 ANTI TEROR DALAM VIDEO PENYERGAPAN TERORIS DI TANAH TINGGI KABUPATEN POSO

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaran






Disusun oleh:
Erina Candra Dewi                                  11108241070             
            Fandhi Yusuf                                           11108241125
Wakhidah Nurhidayati                            11108244063



PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Terorisme yang merajalela di bumi Indonesia kian lama kian meresahkan. Dimulai dari aksi teror Bom Bali I, 12 Oktober 2002 lalu, mendesak pemerintah Indonesia bertindak cepat untuk memberantas terorisme yang juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat. Pada mulanya pemerintah mengerahkan satuan khusus dari Mabes Polri yang disebut Tim Bom dan beberapa anggota dari satuan lain, tetapi kemudian disadari bahwa kekuatan reguler kepolisian tidak memungkinkan untuk fokus menanggulangi masalah terorisme. Dari sinilah Densus 88 Anti Teror dibentuk.

Kinerja Densus 88 tidak lepas dari dinamika karena memang tugasnya rumit dan memerlukan keterampilan tinggi. Salah satu kinerja Densus 88 yang menuai banyak opini masyarakat adalah pada penyergapan terduga teroris di Tanah Tinggi Kabupaten Poso pada tahun 2007 lalu yang terekam dalam sebuah video. Dalam video tersebut digambarkan bahwa ada sekelompok pemuda yang disergap oleh anggota Densus 88. Tanpa pikir pajang, mereka menembaki sekelompok pemuda itu. Salah seorang di antaranya, bernama Wiwin, tertembak timah panas di bagian punggung dan kepala. Dalam video, gambaran punggungnya yang tertembak jelas tergambar bersimbah darah. Menurut beberapa media massa yang membahas peristiwa ini, Wiwin merupakan tersangka mutilasi dan pembunuhan di Poso. Wiwin sempat dilarikan ke rumah sakit dan sekarang mendekam di tahanan.

Yang menjadi sorotan dari pembuatan makalah kali ini adalah pada kinerja Densus 88 yang menyergap sekaligus menembak sekelompok ini dengan tiba-tiba dan melakukan kekerasan berupa pukulan, tendangan dan injakan kepada sekelompok pemuda tersebut. Perbuatan itu sebenarnya melanggar HAM karena melakukan kekerasan fisik pada seseorang yang belum dinyatakan tersangka oleh pengadilan. Asas praduga tak bersalah seolah-olah diabaikan dan Densus langsung bertindak sebagai algojo. Makalah ini mengangkat pelanggaran HAM Densus 88 anti teror dalam video penyergapan teroris di Tanah Tinggi kabupaten Poso.



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kinerja Densus 88 Anti Teror dalam menjaga keamanan warga negara Indonesia dari terorisme selama ini?
2.      Apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror dalam video penyergapan teroris di Tanah Tinggi kabupaten Poso?
3.      Bagaimana sikap dan rekomendasi pemecahan masalah terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui kinerja Densus 88 Anti Teror untuk menjaga keamanan warga negara Indonesia dari terorisme.
2.      Mengetahui pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror dalam video penyergapan teroris di Tanah Tinggi Kabupaten Poso.
3.      Menyikapi pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Anti Teror secara bijak dan memberikan rekomendasi pemecahan masalah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kinerja Densus 88 Anti Teror Selama Ini
Densus 88 dibentuk setelah terjadinya serangkaian teror bom di Indonesia dengan tugas untuk menanggulangi terorisme yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, Detasemen 88 dibekali kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di pusat (Mabes Polri) diperkirakan berkekuatan 400 personel yang terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu (www.id.wikipedia.org).
Sepak terjang densus dalam menjalankan tugas menuai banyak pro dan kontra. Pergerakan yang agresif, cepat, dan tanpa kompromi dinilai sebagian orang sebagai langkah kerja yang “gegabah”. Hal tersebut karena dalam penyergapannya, beberapa terduga teroris akhirnya mati tertembak dalam baku tembak dengan anggota Densus 88. Padahal informasi dari terduga teroris tersebut sangat penting guna mengungkap jaringan teroris yang lebih luas. Selain itu, tak sedikit pula masyarakat sipil yang menjadi korban dari sergapan densus di lokasi terduga teroris. Hal tersebut seperti tertulis dalam berita berikut.
Drama kebiadaban pasukan Densus 88 kembali dipertontonkan di pentas negeri yang mengaku menjujung tinggi HAM (Hak Asasi Manusia). Hal tersebut terjadi ketika Densus menangkap terduga Teroris bernama Dian Adi Priyana (DAP) di Pasar Nyamuk Cipondoh Tangerang Selatan, Sabtu (12/11/2011) lalu. Kepada voa-islam.com, Ummu Yasmin, istri dari terduga teroris Dian Adi Priyana yang menyaksikan penangkapan dan penyiksaan terhadap suaminya menceritakan detik-detik kebiadaban Densus.
Biadabnya, penganiayaan yang tak manusiawi tersebut dilakukan di depan istri dan dua anak Dian yang bernama Azzam (4,5) dan Syamil (1,5). Tak sampai di situ, dengan kejinya, kedua anak balita itu juga mendapatkan perlakuan kasar dari tim Densus 88, sama seperti ayah mereka. Azzam yang terluka karena motor terjatuh ke got itu terus menangis melihat ayahnya dipelakukan kasar. Semantara Syamil yang baru berumur 1,5 tahun direnggut dengan paksa oleh tim Densus 88 sampai pelipisnya legam. Sesaat kemudian, puluhan petugas dari Detasemen Borgol tersebut mengerubuti terduga teroris Dian Adi Priyana bersama istri dan kedua anaknya yang terus menangis karena ketakutan. Tak mau ambil pusing, Ummu Yasmin dan kedua anaknya pun diangkut ke dalam mobil Avanza warna putih, sementara Dian sendiri dinaikkan ke mobil lain warna hitam.
Dari dalam mobil, Ummu Yasmin dan kedua anaknya mendengar teriakan takbir dari Dian yang sedang disiksa oleh anggota Densus 88. Teriakan takbir tersebut membuat anggota Densus 88 marah kemudian mereka mengambil lakban dari mobil yang ditumpangi oleh Ummu Yasmin dan kedua anaknya. “Dengan lakban itulah mulut suami saya dibungkam, mungkin karena mereka membenci suara takbir,” ujar Ummu Yasmin kepada voa-islam.com, Senin (15/11/2011). Setelah itu, Ummu Yasmin dan kedua anaknya dibawa ke Polsek Cipondoh sedangkan Dian sendiri entah dibawa ke tempat lain, entah ke mana. Rupanya polisi tidak puas mempertontonkan kebiadaban dalam menyiksa Dian di depan istri dan kedua anaknya. Hari itu juga polisi menjemput dua anak perempuan Dian yang bernama Syifa (11) dan Yasmin (9) yang sedang bersekolah untuk dibawa ke Polsek Cipondoh (www.delitua.heck.in).
Dari kutipan berita tersebut, terlihat bahwa dalam menjalankan tugasnya, densus terkesan tidak pandang bulu. Bahkan tampak seperti manusia “robot” yang tidak lagi memperdulikan rasa kemanusiaan. Penangkapan kepada terduga teroris Dian Adi Priyana seharusnya tetap mempertimbangkan asas kemanusiaan. Hal tersebut karena saat penangkapan, terduga tersangka sedang bersama istri dan anak-anaknya. Penangkapan yang dilakukan di depan istri dan anak-anak terduga tersangka Dian, dikhawatirkan akan meninggalkan rasa trauma yang mendalam kepada istri dan anak-anaknya.
Banyak pihak yang memberikan kritikan tajam dan bahkan menyerukan pembubaran Densus 88. Salah satunya adalah organisasi masyarakat (ormas) Hidayatullah. Kepala Biro Humas PP Hidayatullah, Mahladi, mengatakan, “Hidayatullah menuntut kepada pemerintah dan pihak kepolisian untuk membubarkan Densus 88. Kami menilai penanganan tindak terorisme yang dilakukan Densus 88 selama ini tidak membuahkan hasil yang maksimal, justru menyebarkan ketakutan sejumlah masyarakat Muslim di negeri ini terhadap aksi salah tangkap, penyiksaan dan saling curiga di tengah masyarakat,” (www.arrahmah.com)
Bagaikan dua sisi mata uang, kinerja Densus 88 tidak hanya menuai kritik keras, tapi juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang mendukung upaya pemberantasan teroris oleh Densus 88 datang dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai. Menurut dia, mereka yang menyudutkan dan menilai buruk kinerja Densus hanya karena satu peristiwa berarti tak mengerti akan bahaya yang dihadapi Indonesia saat ini. "Kita menghadapi kelompok jaringan yang melanggar HAM paling berat,” kata dia. “Densus hadir untuk memberantasnya" (edsus.tempo.co).
Prestasi Densus 88 dalam menangkap para teroris dapat dikatakan cukup baik. Menurut penuturan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai, Densus 88 telah menangkap 840 teroris sejak peristiwa Bom Bali I. Ansyaad menambahkan bahwa dari 840 orang itu, hanya sekitar 60-an teroris yang tertembak mati (edsus.tempo.co). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Densus 88 yang beranggotakan sekitar 400 orang (id.wikipedia.org), telah berhasil menangkap hidup 780 orang tersangka.
Berikut adalah sejumlah operasi penangkapan teroris oleh Densus 88.
1.              9 November 2005 - Detasemen 88 Mabes Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari di Kota Batu, Jawa Timur yang menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut.
2.              2 Januari 2007 - Detasemen 88 terlibat dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota. Tembak-menembak antara polisi dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan sembilan warga sipil.[7]
3.              9 Juni 2007 - Yusron Mahmudi alias Abu Dujana, tersangka jaringan teroris kelompok Al Jamaah Al Islamiyah, ditangkap di desa Kebarongan, Kemranjen, Banyumas, Jateng
4.              8 Agustus 2009 - Menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris
5.              7 - 8 Agustus 2009 - Mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris Ibrahim alias Baim di Desa Beji daerah Kedu, Temanggung.
6.              16 September 2009 - Menangkap dua tersangka teroris yakni Rahmat Puji Prabowo alias Bejo dan Supono alias Kedu di Pasar Gading, Solo, sekitar lima jam sebelum penangkapan di Kepuhsari, Mojosongo.
17 September 2009 - Pengepungan teroris di Kampung Kepuhsari Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris di antaranya adalah Noordin Mohammed Top, Bagus Budi Pranowo alias Urwah, Hadi Susilo, Aryo Sudarso alias Aji dan isteri Hadi Susilo, Munawaroh, yang berada di dalam rumah akhirnya selamat tapi terkena tembakan di bagian kaki (id.wikipedia.org).

B.     Pelanggaran HAM oleh Densus 88 Anti Teror
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu dan melekat dalam dirinya yang tanpanya manusia tidak dapat hidup. Sebagai hak dasar, hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga tidak ada kekuasaan di dunia ini yang dapat mencabut hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa setiap manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki derajat yang sama. Dengan kata lain, hak asasi manusia ada karena adanya pengakuan atas harkat dan martabat yang sama sebagai manusia.

Hak asasi manusia sebenarnya sudah dikenal pada masa kejayaan Islam, namun pertama kali berkembang di kawasan Eropa yang ditandai dengan lahirnya magna charta untuk membatasi kekuasaan raja yang bersifat absolut. Pada saat itu, kekuasaan raja yang absolut digunakan untuk bertindak sewenang-wenang, serta menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat. Sejak lahirnya magna charta tahun 1215, raja harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya yang melanggar hukum. Selanjutnya, pada tanggal 10 Desember 1948, PBB berhasil merumuskan naskah Universal Declaration of Human Rights, yaitu pernyataan dunia tentang hak-hak asasi manusia. Menurut Universal Declaration of Human Rights(dalam Ubaedillah, 2008), terdapat lima hak asasi yang dimiliki oleh setiap individu, yaitu hak personel (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan), dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Sementara di Indonesia, pengakuan terhadap hak asasi manusia tercantum dalam UUD 1945 (pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945), UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.Di dalam UU No. 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan pengertian tersebut, ciri pokok hak asasi manusia adalah sebagai berikut.

1.      Hak asasi manusia tidak diberikan, dibeli, maupun diwarisi sebab merupakan bagian dari manusia secara otomatis.
2.      Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal-usul, ras, agama, etnik, dan pandangan politik.
3.      Hal asasi manusia tidak boleh dilanggar karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. (Tim ICCE UIN dalam Winarno, 2007)
Belum ada jaminan secara pasti bahwa perlindungan terhadap hak-hak asasi dilaksanakan dengan baik meskipun di Indonesia telah ada undang-undang dan lembaga-lembaga penegaknya. Sebab dalam kenyataannya masih banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara atau pemerintah maupun oleh masyarakat di Indonesia. Adapun pelanggaran HAM seperti yang dimaksud dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undnag ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pelanggaran HAM dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu pelanggaran HAM berat dan pelnggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, sementara bentuk pelanggaran HAM ringan selain yang termasuk dalam pelanggaran HAM berat. Masih adanya pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
1.         Belum adanya kesepahaman mengenai konsep dasar hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universalitas dan paham yang memandang HAM bersifat partikularitas.
2.         Adanya pandangan bahwa HAM bersifat individualistik yang akan mengancam kepentingan umum.
3.         Kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum.
4.         Pemahaman yang belum merata tentang HAM baik di kalangan sipil maupun militer.

Tugas utama densus 88 anti teror adalah mengatasi ancaman teror yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia dalam bentuk pemberian rasa aman. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, tentu ada kode etik yang mengatur dan harus dipatuhi oleh setiap anggotanya seperti yang ada di dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun, tugas tersebut tidak akan terlaksana dengan baik apabila dalam menjalankan tugasnya ternyata satuan khusus ini juga melanggar hak asasi manusia seperti yang ada di dalam sebuah video.
Di dalam video tersebut menunjukkan bahwa sekelompok polisi yang diduga anggota densus 88 dan anggota brimob sedang melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap sejumlah warga yang diduga teroris. Pelanggaran HAM yang dilakukan berupa mengikat tangan, menginjak-injak, dan menyuruh terduga teroris untuk berbaring di tengah tanah lapang sambil bertelanjang dada. Bahkan ada seorang warga yang mengalami luka tembak di bagian punggung dan luka lainnya di bagian kepala.

Diunggahnya video tersebut ke dunia maya, menyebabkan banyak pihak mengecam tindak kekerasan yang dilakukan densus 88 dan meminta Polri sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk segera membubarkan satuan ini karena telah melanggar HAM. Menindaklanjuti tuntutan pembubaran densus 88, Polri berjanji untuk menyelidiki kasus penganiayaan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh densus 88. Polri akan memberikan tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan penganiayaan berupa tindakan disiplin, kode etik, dan pidana. Sementara menanggapi tuntutan untuk membubarkan densus 88, Polri menyatakan bahwa hanya akan mengevaluasi kinerja densus tetapi tidak akan membubarkan densus seperti yang diungkapkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar:

"Jadi kalau Densus dibubarkan, yang menghadapi ancaman teroris siapa? Jadi video itu juga belum tentu personel Densus," terang Boy. Dia mengatakan yang perlu dilakukan Polri saat ini adalah mengevaluasi kinerja satuan berlambang burung hantu itu.
Dijelaskannnya, pembentukan Densus sendiri merujuk kepada Undang-Undang 15 tahun 2003 yang disusun oleh pemerintah tentang ancaman terorisme."Evaluasi perlu. Tapi untuk dibubarkan mohon pemahaman semua pihak," katanya. Ia menegaskan, kepolisian siap menindak tegas anggota Densus maupun aparat kepolisian lainnya yang melanggar hukum, termasuk dalam pelanggaran HAM. (Kompas, Selasa 5 Maret 2013)

Video tersebut hanyalah salah satu bukti dari pelanggaran yang dilakukan oleh densus dalam menjalankan tugasnya. Pada Desember 2012, terjadi kasus penangkapan dan pembunuhan oleh densus 88 di Poso terhadap terduga teroris. Beberapa media menyebutkan bahwa penembakan yang mengakibatkan meninggalnya korban adalah akibat adanya perlawanan dari korban. Akan tetapi, warga menyatakan bahwa kedua korban, baik yang ditangkap maupun yang ditembak baru saja pulang shalat subuh dan tidak terjadi perlawanan apalagi baku tembak seperti yang diberitakan sejumlah media. Akibat pemberitaan yang tidak benar tersebut, warga marah dan keadaan semakin memanas saat warga dihadang oleh brimob seusai shalat dhuhur sehingga aksi saling lempar antara warga dengan brimob tidak dapat dihindarkan.

C.    Sikap Mahasiswa Menghadapi Pelanggaran HAM oleh Densus 88 Anti Teror
Sikap kritis diperlukan untuk menanggapi peristiwa sekaligus pemberitaan yang kian marak tentang kasus ini. Tidak langsung menghakimi tetapi perlu menyelidiki kebenaran berita dengan meninjaunya dari berbagai sudut pandang. Menelisik kembali kebenaran dari sebuah informasi memang sangat perlu. Hal ini dikarenakan tidak jarang media massa yang menyertakan bumbu-bumbu pada beritanya dengan maksud agar lebih disorot oleh publik.

Menanggapi opini publik yang menyudutkan Densus 88 tentang pembubarannya, mahasiswa perlu bertindak cerdas. Mahasiswa tidak bersikap pro dan kontra terhadap pembubaran densus 88. Yang menjadi solusi dari permasalahan selama ini yaitu perlu adanya evaluasi di badan Densus 88. Dari pihak Densus 88 sendiri perlu memperbaiki memberikan sanksi tegas terhadap oknum yang melakukan pelanggaran HAM. Salah satu caranya adalah peningkatan pengawasan dalam kinerja para anggotanya, kejelasan SoP dan peningkatan kualitas sumber daya anggota Densus 88 sendiri.

Densus 88 perlu berhati-hati dalam bertindak meringkus teroris, tidak langsung melawan dengan senjata tetapi perlu memperhatikan aturan dalam proses penangkapan teroris. Asas praduga tak bersalah perlu ditegakkan karena hal ini juga merupakan salah satu penegakkan hak asasi manusia. Penembakan terduga teroris di tempat umum dan seketika langsung meregang nyawa menurut penulis dirasa tidak menghormati hak asasi manusia.  Yang seharusnya adalah teroris tetap diadili di meja hijau, dengan prosedur yang sudah ada dan dieksekusi dengan tertutup. Densus 88 sebaiknya bertugas untuk proses pelacakan dan penangkapan teroris saja. Proses peradilan dan eksekusi dilaksanakan oleh lembaga lain, bukan Densus 88.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kinerja Densus 88 sampai pada saat ini dapat dikatakan baik mengingat prestasi yang ditorehkan cukup banyak. Salah satunya adalah banyaknya teroris yang sudah tertangkap. Akan tetapi kinerjanya perlu dibenahi. Hal tersebut dirasa perlu agar tidak ada kasus salah tangkap dan  kesan arogasi dari aparat Densus 88 yang mengandung pelanggaran hak asasi manusia.
B.       Saran
1.      Kinerja Densus 88 perlu ditingkatkan pengawasannya terutama tentang penyergapan yang mengandung pelanggaran hak asasi manusia.
2.      Mahasiswa perlu bersikap kritis terhadap pemberitaan tentang Densus 88 sekaligus mengecek kembali kebenaran dari berita tersebut serta berkontribusi untuk memberikan solusi dari permasalahan yang ada di dalam kubu Densus 88 minimal dengan cara menuliskan dan mempublikasinya.

C.    Harapan
Penulis berharap agar Densus 88 menjadi garda terdepan pemberantasan terorisme di Indonesia sebagai salah satu upaya penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Usaha pemberantasan terorisme oleh Densus 88 tersebut sebaiknya tidak menciderai nilai-nilai hak asasi manusia dalam prosesnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bilal. 2013. Hidayatullah desak Pemerintah bubarkan Densus 88. [online], (http://www.arrahmah.com/news/2013/03/11/hidayatullah-desak-pemerintah-bubarkan-densus-88.html  diakses pada 13 Maret 2013)

Munawaroh. 2013. Ditentang di Poso, Ini Alasan Densus 88 Dibentuk. [online], (http://edsus.tempo.co/konten-berita/hukum/2013/03/08/465815/142/Densus-88-Ada-Agar-Tiada-Pelanggaran-HAM-Masif diakses pada 14 Maret 2013)
Munawaroh. 2013. Sejak Bom Bali I, Densus 88 Tangkap 840 Teroris. [online], (http://edsus.tempo.co/konten-berita/politik/2013/03/09/466045/142/Sejak-Bom-Bali-I-Densus-88-Tangkap-840-Teroris diakses pada 14 Maret 2013)

NN. 2011. Detasemen Khusus 88 (Anti Teror). [online], (http://id.wikipedia.org/wiki/ Detasemen_Khusus_88_%28Anti_Teror%29 diakses pada 13 Maret 2013)

Taz. 2011. Densus 88 Menganiaya Terduga Teroris Didepan Umum Dan Didepan Balita. [online], (http://delitua.heck.in/densus-88-menganiaya-terduga-teroris-did.xhtml diakses pada 14 Maret 2013)



 
 

Designed By Blogs Gone Wild!