Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Blogger Template From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 29 Februari 2012

My Little Adventure

I just wanna share my little adventures.... THIS IS IT!


ini nih... pas SMA, konsernya D'masiv :D





pas di Museum Ullen Sentalu Kaliurang nih.... So amazing!! Ada lagiiiii:





~~~~~~~GREAT HOLIDAY~~~~~~~

Minggu, 08 Januari 2012

Hukuman yang Humanis, Satu Ide Pendidikan Karakter Masa Kini


Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brazil. Bagi dia, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya, justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa, maka harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru.
                Tidak jauh berbeda pula dengan sistem pendidikan di Indonesia beberapa waktu yang lalu dan masih ada juga praktiknya pada zaman sekarang. Guru pada zaman dulu mempunyai otoritas yang penuh sehingga siswa harus patuh terhadap guru dalam hal apapun. Salah satunya ketika siswa melakukan kesalahan ketika dalam pembelajaran. Ketika siswa ada yang berbicara sendiri ketika guru menjelaskan materi pelajaran, guru tidak segan-segan untuk melempar penghapus papan tulis padanya maupun memukulnya dengan rotan. Pola penghukuman yang seperti ini sangatlah tidak mendidik dan cenderung akan membuat siswa menjadi takut berpendapat, takut untuk mengembangkan dirinya, tidak kreatif dan sangatlah mungkin untuk dendam terhadap gurunya karena telah dihukum dan dipermalukan di depan teman-temannya.
                Guru pada zaman modern-global seperti saat ini sudah saatnya mengubah model pendidikan yang otoriter dan keras menjadi pendidikan yang humanis dan demokratis. Humanis dalam hal ini berarti memanusiakan manusia, maksudnya adalah menghargai dirinya sendiri sebagai manusia, menghargai orang lain seperti halnya menghargai dirinya sendiri, melaksanakan hak-hak sebagai manusia, memanfaatkan potensi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan sadar akan kekuatan akhir (Tuhan) yang mengatur seluruh kehidupan manusia.
                Pendidikan yang humanis akan menuntut guru untuk menjadi sahabat sekaligus teman belajar para siswa, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan akan memotivasi siswa untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara demokratis. Setiap proses yang dinamis pasti tidak akan lepas dari kesalahan-kesalahan, termasuk dalam proses pembelajaran. Siswa dalam kelas tidak jarang dalam melakukan kesalahan, misalnya berbicara sendiri ketika guru menjelaskan materi pelajaran, menyontek ketika ulangan, terlambat memasuki kelas maupun berbuat nakal terhadap teman sekolahnya. Kemudian bagaimana sikap guru sebaiknya? Adalah menghukum siswanya. Menghukum siswa di sini bukan berarti memberikan hukuman dalam bentuk kekerasan fisik dan cenderung mempermalukan siswanya di hadapan siswa-siswa yang lain, melainkan memberikan hukuman yang masih tercermin dari pembelajaran yang humanis dan demokratis.
                Sikap arogan dan otoriter seorang guru sama sekali tidak dibutuhkan pada proses penghukuman siswa yang mengusung pendidikan yang humanis. Sebagai solusinya, hukuman yang humanis yang penulis maksudkan adalah hukuman yang seperti penulis jelaskan di bawah ini yang ditambah oleh pendapat Amier Daien (dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan di salah satu institusi pendidikan tinggi di Malang dan pemerhati pendidikan)
  1. Hukuman berfungsi 2 in 1 yang maksudnya adalah selain membuat siswa tidak mengulangi kesalahan yang ia perbuat, juga mendidik siswa secara akademis sekaligus meningkatkan daya inovasi seorang siswa.
  2. Hukuman diharapkan mampu memberikan motivasi pada anak didik untuk menjadi mawas diri tidak semakin kecil hati.
  3. Pemberi hukuman harus tetap dalam jalinan cinta kasih sayang.
  4. Pemberian hukuman harus didasarkan pada alasan “keharusan”. Artinya sudah tidak ada alat pendidikan yang lain yang bisa dipergunakan. Seperti halnya di muka telah dijelaskan, bahwa hukuman merupakan tindakan terakhir yang kita laksanakan, setelah dipergunakan alat-alat pendidikan yang lain tetapi tidak memberikan hasil. Dalam hal ini kiranya patut diperingatkan bahwa kita hendaknya jangan terlalu biasa dengan hukuman.
  5. Pemberian hukuman harus menimbulkan kesan pada hati anak. Dengan adanya kesan itu, anak akan selalu ingat pada peristiwa tersebut. dan kesan itu akan selalu mendorong anak kepada kesadaran dan keinsyafan.
  6. Pemberian hukuman targetnya harus menimbulkan atau menjadikan keinsyafan dan penyesalan pada anak.
  7. Pemberian hukuman harus diikuti dengan pemberian ampun dan disertai dengan harapan serta kepercayaan. Setelah anak selesai menjalani hukumannya, maka guru sudah tidak lagi menaruh atau mempunyai rasa dendam terhadap anak tersebut.

Penulis berkesimpulan bahwa hukuman kepada siswa adalah suatu keharusan yang penuh dengan pertimbangan dan tidak lepas dari wujud kasih sayang seorang guru yang menginginkan siswanya untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam hal akademis dan moral dalam wujud pembentukan karakter anak didik.
 
 

Designed By Blogs Gone Wild!